SEORANG juniorku dulu FH USU yang lumayan menonjol dan konsisten menjadi seorang lawyer. Dialah Muhammad Joni, sering disingkat M. Joni. Dia juga lulusan S-2 dari UI.
Joni berkomentar tentang prahara di Sumut, berkaitan dengan penangkapan berjamaah para pimpinan daerah dan anggota DPRD yang memilukan hati kita sebagai orang yang berasal dari Sumatra Utara. Dia khawatir kepercayaan public terhadap pemimpin mereka akan memudar. Ini ada ongkosnya bagi upaya membangun demokratisasi dan sistem pemerintahan yang efektif: bersih dan akuntabel.
Apabila kredibilitas, kompetensi, dan kesungguhan kerja keras para pemimpin untuk membangun negeri sudah memudar, dibarengi pula dengan kesibukan untuk membangun jaringan KKN untuk memperkaya diri sendiri, keluarga, teman-teman pastilah hancur Negara ini. Ini memang terjadi. Ketika daerah-daerah lain mulai bermain sesuai dengan rule of the game, di Sumut terbalik: semakin menjadi-jadi. Kita setuju semua harus digusur habis dari bumi Sumatera Utara, jangan ada disisakan agar provinsi, kota, kabupaten kita di Sumut benar-benar membangun.
Muhammad Joni, lahir di Tanjung Pura 7 Juli 1966, kini bekerja sebagai professional advokat & konsultan hukum pada Law Office Joni & Tanamas. Sebelumnya dia bekerja di Law Office Maiyasyak Johan & Associates, dan Lembaga Advokasi Anak Indonesia (LAAI) di Medan (1993-1999). Di sini kecintaannya pada dunia anak menebal, dan akhirnya menjadi Wakil Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (2000-2010).
Dia menjadi peserta pada Advanced International Training Programme on The Rights of The Child, and UN’s Convention on The Rights of The Child, di Stockholm, Swedia, (2000), kemudian pada Asia-Pacific Conference on Stop Use Children as Soldier, Kathmandu, Nepal (2000).
Joni kini menjadi Ketua Pehimpunan Advokasi Anak Indonesia (2010-sd sekarang), Staf Ahli Komite III DPD RI, Tim Ahli bidang Hukum Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), (2008-2010).. Joni juga menjadi Ketua Indonesia Lawyer Association on Tobacco Control sejak 2010 sampai kini. Di samping itu, M Joni menjadi Anggota Tim Perumusan Naskah Akademis RUU Peradilan Pidana Anak, Anggota Tim Ahli Kelompok Kerja KPA (Kesejahteraan dan Perlindungan Anak), Anggota Panitia Penyusunan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak,
Karena mencintai anak-anak, Joni menjadi pembenci rokok. Untuk itu, M. Joni mengikuti Workshop on ASEAN’s Lawyer Forum on Tobacco Control, Tagaytay, Philippines (2009), Chiang Mai, Thailand (2011), dan Siem Reap, Cambodia (2011) , Workshop Media & Advocacy Tobacco Control (2009), dan Workshop Nasional “Pelarangan Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok”, (2008). Untuk isu tobacco control (TC), Muhammad Joni memimpin dan memenangkan litigasi ke Mahkamah Konstitusi atas pengujian pasal-pasal tembakau UU Kesehatan.
M. Joni rajin menulis opini pada media, pembicara seminar, peneliti pada berbagai lembaga/instansi. Joni penulis buku “Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak”, bersama Zulchaina Z Tanamas, S.H., co-writer buku“Perlindungan Hukum Pekerja Anak di Indonesia”, LAAI, 1998,
Mengenai penahanan korupsi berjamaah di Sumut, M. Joni menulis kepada saya:
“Rentetan penahanan Gubsu, pejabat Pemprovsu dan anggota/ pimpinan DPRDSU, patut dikuatirkan menjadi ancaman sistemik bagi validitas dan kepercayaan publik pada sistem pemerintahan lokal. Rentetan kasus korupsi yang diwartakan, mengindikasikan kepemimpinan yang lemah dan gagalnya “check and balances” di Pemprovsu. Padahal Gubernur sebagai wakil Pemerintah pusat dan penerima kuasa Presiden dalam Penggunaan Anggaran, tak boleh kalah. Dia hanya tunduk pada hukum dan konstitusi.
Menurut hukum maupun moral, tanggungjawab atas kebijakan, perencanaan dan pelaksanaan program Pemprovsu, termasuk bantuan sosial dan hibah, tidak dapat ditolak sebagai tanggungjawab pimpinan. Walaupun rentetan penegakan hukum kasus bansos dan hibah itu masih panjang, namun tidak semestinya membiarkan gangguan sistemik pada sistem pemerintahan lokal dan kerusakan akut moral kerja aparatur daerah serta tercerabutnya kepercayaan publik pada Negara, atau menimbulkan pembangkangan sipil (civil disobidience). Untuk mencegah kerusakan sistemik dan degradasi moral membangun, warga masyarakat Sumut atau asal Sumut dan “anak medan seDunia”, perlu menggelorakan patriotisme, mental negarawan,loyalitas asli pada Republik,demi kejayaan Sumut sebagai daerah utama dan diandalkan.
Kami setuju dan mendukung penegakan hukum yang dilakukan KPK & Kejagung, pun demikian mayoritas kami bertekat gelorakan moral positif membangun negeri ini. Untuk itu, energi moral dan loyalitas melawan rasuah, insubordinasi sistemik, KKN, kelakuan main terabas, mesti dienyahkan dari pemerintahan lokal. Penting mengangkat lagi reputasi Sumut, gemilang PSMS, memulihkan kembali hak-hak kolektif rakyat Sumut atas pemanfaatan air sungai Asahan dan Danau Toba yang kini BUMN INALUM, kelangkaan parah tenaga listrik, sumber daya energi dan mineral dihisap pusat, hasil bumi perkebunan terluas di tanah Sumut, hak ulayat masyarakat adat, dan pulihnya hak konstitusional rakyat atas Pemprovsu bebas KKN. Saatnya Sumut Bangkit!! #ReborNSumut
Adinda Muhammad Joni menikah dengan Zulhaina Tanamas memiliki 2 anak, Muhammad Haikal Firzuni (13 tahun) dan Salma Nabila Justisia Firzuni (9 tahun). Joni menjalani profesi hukum menurutnya dengan moto: “lawyering with heart”. Sepenuh hati, bang, katanya.
Medan 20 Nopember 2015