Suatu waktu, ketika saya memiliki kesempatan berbincang-bincang dengan sekitar 15 orang mahasiswa Fakultas Hukum USU yang memasuki tahun-tahun akhir, mereka mengajukan suatu pertanyaan yang sangat mengejutkan saya. Pertanyaannya sebagai berikut; “Bang, apakah kami akan mampu bersaing dengan lulusan-lulusan universitas negeri dan swasta Jakarta?”. Sebelum saya menjawab pertanyaan tersebut, saya terlebih dahulu menanyakan Indeks Prestasi para mahasiswa tersebut, dan kenyataan tersebut semakin membuat saya miris, karena ternyata rata-rata IP dari ke 15 mahasiswa tersebut adalah di atas 3 (dengan skala 4).
Saya sungguh-sungguh menyalahkan diri sebagai alumni FH USU karena selama ini sangat jarang memberikan perhatian atau menyampaikan masukan-masukan bagi adik-adik mahasiswa USU di Medan. Padahal, saya sebenarnya percaya, komunikasi-komunikasi dengan alumnus akan sangat penting dalam pembangunan kesiapan dan kepercayaan diri mahasiswa FH USU untuk memenangkan persaingan tidak hanya pada pasar kerja nasional, akan tetapi juga pada pasar kerja internasional.
Kata regional dalam konteks wilayah pasar kerja, ternyata semakin hari semakin tidak dapat lagi diterjemahkan hanya dalam wilayah nasional saja, akan tetapi telah semakin bersifat trans-nasional, atau paling tidak, telah bersifat regional ASEAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah di depan mata. Globalisasi perekonomian telah mengkonsolidasikan potensi-potensi dari masing-masing wilayah negara ke dalam suatu pasar global (global market) yang mengakibatkan terbukanya kompetisi bagi tenaga-tenaga kerja terdidik dan professionals yang bergerak liberal (free flow of skilled labour) sebagai konsekuensi dari free flow of goods, free flow of services, free flow of investment dan free flow of capital. Prof. C.F.G Sunaryati Hartono dalam bukunya, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, menekankan bahwa globalisasi bukanlah suatu pilihan, akan tetapi suatu realitas yang tidak lagi dapat dipungkiri kehadirannya. Menurut Prof. Sunaryati, yang sangat diperlukan adalah kesiapan dan kemampuan real dari suatu negara dan penduduk negara tersebut untuk menarik sebanyak-banyaknya manfaat dari konsekuensi globalisasi perekonomian tersebut.
Pengertian globalisasi perekonomian dalam konteks regional Asia Tenggara, yaitu Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), tergambar jelas dalam the Declaration on the ASEAN Economic Community Blueprint (Cetak Biru MEA) yang disepakati oleh 10 negara anggota ASEAN pada 20 November 2007. Kesepakatan-kesepakatan dalam Cetak Biru MEA tersebut merupakan artikulasi dari visi dan misi ASEAN dalam pembentukan pasar tunggal (single market) dan basis produksi tunggal (single production base) ASEAN, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (5) the ASEAN Charter, sebagai berikut;
“to create single market and production base which is stable, prosperous, highly competitive and economically integrated with effective facilitation for trade and investment in which there is a free flow of goods, services and investment; facilitated movement of business persons, professionals, talent and labor; and freer flow of capital.”
Sebagai suatu komitmen yang telah disepakati oleh negara Indonesia, maka setiap konsekuensi dari konsolidasi pasar dan basis produksi ASEAN dalam tujuan pasar tunggal (single market) dan basis produksi tunggal (single production base) ASEAN, akan mengikat Indonesia. Ingat bahwa Indonesia adalah salah satu negara pendiri (core member) ASEAN dan pendukung percepatan realisasi dari MEA.
Peran Universitas di Era MEA
Dalam mempersiapkan tenaga kerja terampil dan jasa profesi yang akan dibutuhkan dalam MEA, dalam blue print MEA disepakati pentingnya pengembangan core competencies and qualifications untuk tenaga-tenaga kerja dan juga tenaga-tenaga trainer atau pendidik. Dengan total luas wilayah ASEAN sebesar 4.435.670 km persegi, dan jumlah penduduk sekitar 625 juta orang, serta kapasitas produksi sekitar 2,8 triliun dolar AS per tahun pada tahun 2012, memberikan gambaran real betapa besar potensi peluang yang akan timbul dari MEA. Sebaliknya, data itu juga menggambarkan betapa tingginya tingkat persaingan dalam memperebutkan kesempatan-kesempatan yang terbuka oleh MEA. Oleh karenanya, kualitas nyata (real quality) dan kesiapan dari setiap sumberdaya manusia dari masing-masing negara anggota ASEAN untuk dapat memenangkan persaingan tersebut tidak lagi hanya sebatas konsep, akan tetapi harus benar-benar nyata.
Sehubungan dengan itu, dalam blue print MEA ditegaskan tentang pentingnya peran dari universitas-universitas ataupun lembaga-lembaga pendidikan, seperti FH USU, untuk membangun lulusan-lulusan dapat memenuhi skala kualitas MEA. Kebutuhan itu tidak saja dibangun dengan cara pemberian ruang gerak yang seluas-luasnya bagi mahasiswa-mahasiswa untuk mendapatkan pengajaran ataupun sumber-sumber informasi yang dibutuhkan dalam pengembangan dirinya, akan tetapi juga melalui pembangunan kualitas dari pengajar-pengajar universitas tersebut. Misalnya, blue print MEA juga mendorong komunikasi dan kerjasama diantara universitas di seluruh wilayah MEA untuk saling mendukung terhadap pengembangan ilmu-ilmu khusus yang akan sangat diperlukan dalam MEA. Dengan kalimat lain, perhatian universitas untuk menyesuaikan pengejaran pada konsentrasi ilmu-ilmu yang lebih dibutuhkan dalam era MEA, akan lebih memberikan peluang bagi lulusan-lulusan dari universitas untuk siap mwenghadapi persaingan di MEA, demikian pula halnya dengan pengembangan materi-materi hukum yang memang lebih dibutuhkan dalam pembangunan hukum MEA.
Aktivitas investasi dan perdagangan MEA yang didukung oleh kemajuan teknologi canggih yang terus berkembang, akan sangat mempengaruhi perkembangan hukum bisnis sebagai konsekuensi pengaturan dari setiap komitmen-komitmen ASEAN yang telah disepakati bersama. Arus investasi dan modal (free flow of investment and capital) akan meningkatkan peluang-peluang dari masing-masing negara anggota ASEAN untuk menjadi pilihan ataupun destinasi investasi para investor. Peluang-peluang pergerakan modal dan investasi pastinya akan membuka peluang bagi keahlian hukum, baik dalam memenuhi kebutuhan legal staffs and experts dari masing-masing investor ataupun pemilik modal tersebut, atau memenuhi kebutuhan akan jasa pelayanan hukum dari para Advokat, baik dalam memberikan arah hukum berinvestasi yang benar termasuk juga dalam penganganannya ketika terjadi sengketa diantara para investor dan pemilik modal tersebut.
Misalnya penguasaan baik pada hukum investasi (Investment law), Hukum Keuangan dan Perbankan (Banking and Finance Law), dan hukum perpajakan internasional (Internasional Tax Law), Hukum Merger dan Akusisi (Merger and Aqusition Law), Hukum Pasar Modal (Capital Market Law), Hukum Hak kekayaan Intelektual (Intelectual Property Rights law) dan juga hukum antimonopoli (Fair Competition Law), law on secured transactions, Law on e- Commerce, Law on Government Procurement (e-procurement), merupakan modal yang kuat bagi lulusan-lulusan fakultas hukum. Tentunya, semua pemahaman ilmu hukum tersebut harus dibangun hingga pada konstruksi hukum perdata internasional, karena penerapannya akan berbasis hukum transnasional. Demikian pula halnya terhadap arus pergerakan barang (free flow of goods) MEA, akan mendorong pertumbuhan kebutuhan keahlian dalam bidang hukum pengangkutan laut, darat atau udara) (carriage of the goods by the sea, land and air), termasuk juga hukum asuransi (insurance law) dalam proses pengangkutan, penggunaan ataupun cacat tersembunyi (product liability) yang akan menjadi sangat dibutuhkan, dalam skala ASEAN. Demikian pula hal terjadinya sengketa sehubungan dengan aktivitas bisnis tersebut, dimana berdasarkan the ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) lebih menekankan pada penyelesaian melalui Mediasi ataupun Arbitrase, membuat perhatian universitas dalam membangun kemampuan akademis dari lulusannya sehubungan dengan arbitrase menjadi suatu keharusan.
Paparan di atas tentunya haruslah menjadi bagian yang sangat penting untuk dipahami oleh civitas akademika FH USU dan oleh karenanya harus dikembangkan dalam kurikulum pengajarannya. Potensi pekerjaan dan karir yang memungkinkan bagi setiap lulusan FH USU haruslah dilihat tidak hanya pada skala kebutuhan dan peluang nasional, tetapi juga dalam skala kebutuhan dan peluang MEA. FH USU harus memastikan bahwa setiap lulusannya, selain memiliki kemampuan untuk bersaing di pasar MEA, juga mempunyai kepercayaan diri (self conficence) untuk memenangkan persaingan dalam MEA.
Dengan kalimat lain, visi internasional sudah merupakan suatu keharusan dalam isi materi pengajaran ilmu-ilmu hukum di FH USU untuk memastikan dirinya berada pada garda terdepan dalam riset dan pembangunan hukum Indonesia, yang substansinya akan semakin tidak terpisahkan dengan MEA. Penerapan visi internasional ini akan sangat berkorelasi dengan masa depan dari lulusan-lulusan FH USU dalam memenangkan berkompetisi di pasar MEA yang sangat berat. Ke depan, lulusan FH USU tidak lagi hanya akan bersaing dengan lulusan hukum dari fakultas hukum lain di Indonesia, tetapi juga dengan lulusan-lulusan universitas dari masing-masing 10 negara anggota ASEAN, dan juga dari universitas-universitas negara-negara di luar ASEAN, yang akan memenuhi Indonesia sebagai konsekuensi dari free flow of skilled labour dan free flow of services.
Upaya untuk menyuarakan tentang kesiapan-kesiapan dari universitas atau lembaga pendidikan di Indonesia telah menjadi salah satu fokus dari Lokakarya Hukum ASEAN yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri di Jakarta baru-baru ini. Hal tersebut juga telah pernah diselenggarakan di Sumatera sebagai bagian dari sosialisasi tentang betapa diperlukannya kesiapan kampus dalam menghadapi tantangan persaingan dalam era MEA. Lokakarya tersebut juga menekankan tentang perlunya pengembangan kemampuan berbahasa Inggris, tidak saja hanya pada mahasiswa-mahasiswa hukum, akan tetapi pada jajaran para pengajarnya, agar dalam melakukan pendalaman dan kajian perkembangan hukum ASEAN nantinya akan dengan lebih mudah untuk dilakukan.
Hubungan FH USU dengan Alumnus
Hubungan kampus dengan dengan alumnus seharusnyalah terbangun dalam suatu hubungan keluarga yang erat dan akrab. Sebagai salah satu fakultas hukum yang tertua di Indonesia, FH USU sebenarnya telah melahirkan banyak alumnus yang secara prestasi telah duduk pada posisi-posisi tinggi dan membanggakan. Alumninya ada yang menjadi Hakim Agung, advokat ternama, Jaksa, komisioner KPK, anggota DPR, pejabat di pemerintahan, professional ternama, jurnalis, dan bahkan saat ini ada seorang Menteri Hukum dan HAM. Semua alumnus, apapun profesinya dan dimanapun bertugas haruslah dilihat sebagai bagian dari kekuatan FH USU dalam pengembangan diri dan materi-materi pengajarannya.
Tidak berlebihan kiranya bila disebutkan bahwa alumnus akan selalu gembira apabila diajak membicarakan pengembangan kualitas pelayanan pendidikan FH USU, sebagai ibu yang telah mengasuh alumnus tersebut sebelumnya. Melibatkan alumnus untuk berpartisipasi dalam memberikan informasi dan materi-materi dalam mendukung semangat Fakultas menuju era MEA tersebut merupakan suatu tindakan yang tepat dan bijaksana. Hal tersebut juga dilakukan oleh universitas-universitas pada umumnya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri dalam upaya mendapatkan masukan-masukan terbaru bagi kampus tersebut untuk dapat meng-upgrade dirinya dalam menghadapi perubahan-perubahan yang begitu cepat.
Dapat dibayangkan bila fasilitas-fasilitas dan jaringan-jaringan yang dimiliki oleh alumnus FH USU dapat diarahkan atau digunakan dalam mendukung upaya-upaya pengembangan materi program pendidikan hukum dan kualitas lulusan yang dibutuhkan seperti yang telah dijelaskan di atas. Tentunya, mahasiswa-mahasiswa pintar FH USU yang bertanya tersebut di atas, dan juga mahasiswa-mahasiswa yang lainnya, akan semakin diperkaya dengan materi-materi perkembangan hukum terkini, khususnya dalam skala MEA yang akan membangun kemampuan real dan confidence dari lulusan-lulusan FH USU untuk menyatakan: Yes we are ready..!