Persidangan perkara dugaan kriminalisasi 26 aktivis buruh pada aksi unjuk rasa 30 Oktober 2015 lalu, mengagendakan pemeriksaan terhadap anggota Polres Metro Jakarta Pusat, Ajun Inspektur Satu Masirin sebagai saksi.
Polisi diduga melakukan kekerasan saat penangkapan puluhan aktivis buruh tersebut. Namun dalam persidangan, Masirin menyampaikan bahwa dirinya tak mengetahui soal penangkapan dan dia mengaku hanya bertugas merekam aksi unjuk rasa menggunakan kamera video.
Kuasa hukum aktivis buruh dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Maruli, menilai, pihak kepolisian menutupi fakta penangkapan saat aksi unjuk rasa.
“Tidak mungkin kalau dia (Masirin) tidak tahu soal penangkapan itu. Dia kan ada di lokasi unjuk rasa sampai jam sembilan malam, pasti ada yang ditutupi,” ujar Maruli ditemui di PN Jakarta Pusat, Senin (13/6).
Saksi, lanjut Maruli, tidak merekam peristiwa demonstrasi dengan baik. Saat kejadian, Masirin hanya merekam kejadian yang menguntungkan kepolisian
“Pihak buruh tidak didokumentasikan, termasuk soal penangkapan itu masa dia tidak tahu,” kata Maruli.
Selain Masirin, lanjutnya, pemeriksaan juga akan dilakukan pada lima anggota polisi lainnya. Maruli menyebutkan, kelima anggota polisi ini di antaranya mereka yang melakukan penangkapan dan petugas provost pendamping Kepala Polres Jakarta Pusat yang saat itu dijabat Komisaris Besar Hendro Pandowo.
“Harusnya enam saksi tapi nanti akan diperiksa bergantian,” ucap Maruli.
Pada persidangan sebelumnya, PN Jakarta Pusat telah memeriksa bekas Kepala Polres Jakarta Pusat Komisaris Besar Hendro Pandowo sebagai saksi kasus dugaan kriminalisasi 26 aktivis buruh.
Dalam pemeriksaan tersebut, Hendro mengaku tak mengetahui adanya penangkapan yang dilakukan pihak kepolisian pada massa buruh saat aksi unjuk rasa tersebut.
Kasus ini bermula saat ribuan buruh menggelar aksi unjuk rasa menuntut pemerintah mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015 yang berorientasi pada upah murah pada 30 Oktober 2015. Namun para buruh melampaui batas waktu aksi unjuk rasa yang mestinya berakhir pukul 18.00 WIB.
Polisi saat itu langsung memberikan peringatan melalui pengeras suara agar massa membubarkan diri. Koordinator aksi massa sempat meminta perpanjangan waktu selama lima menit pada polisi, namun hingga pukul 19.00 WIB mereka tak kunjung membubarkan diri.
Polisi pun terpaksa menembakkan gas air mata. Saat itulah kondisi mulai ricuh. Polisi kemudian menangkap 26 aktivis buruh lantaran diduga melakukan tindakan kekerasan.