Pembahasan RUU Paten yang telah disahkan melalui UU No. 13 Tahun 2016 Tentang Paten (UU Paten) pada 26 Agustus 2016. Meskipun, pembahasan ini sempat mendapat intervensi dari pihak asing.
Mantan Ketua Panitia Khusus RUU Paten, John Kenedy Aziz mengungkapkan, proses perumusannya, diwarnai dengan banyaknya asosiasi dari negara lain yang ingin memasukkan kepentingannya dalam UU Paten.
“Ada asosiasi yang tidak setuju dengan substansi UU Paten yang baru dan bahkan mengancam akan menarik 300 perusahaannya untuk angkat kaki dari Indonesia.” Terang Jhon
Salah satu ketentuan baru dimasukkan ke dalam UU Paten yang tidak tertera dalam ketentuan sebelumnya mengenai sumber daya genetik (SDG) banyak ditentang.
“Ketentuan ini banyak ditentang oleh negara-negara lain yang beranggapan dari mana pun sumber daya itu berasal, tetapi yang penting adalah siapa inventornya. Namun kami bersikeras mempertahankan ini karena ada rujukannya, yakni Nagoya Protocol yang mengatur perlindungan sumber daya genetik dan telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia,” ujar Direktur Jenderal KI Kemenkumham Ahmad M. Ramli.
Upaya intervensi itu pun tidak berhasil. John Kenedy menjamin bahwa UU Paten terbaru ini sudah sesuai dengan TRIPS (Perjanjian Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights) dan UU Paten di negara maju. Dalam proses perumusannya, Tim Pansus RUU Paten melakukan kunjungan kerja ke Swiss dan Amerika. Ia berpandangan semakin maju sebuah negara maka semakin maju perkembangan hak patennya.
Selain ketentuan mengenai SDG yang sempat diusik oleh pihak asing, UU Paten yang baru mengandung beberapa prinsip dasar untuk meningkatkan jumlah hak paten di Indonesia. Salah satu ketentuan yang menjadi katalisator untuk mendongkrak paten nasional adalah perluasan objek perlindungan paten sederhana menjadi pengembangan produk dan proses. Pemaknaan dari perluasan ini adalah hak paten sederhana dapat didaftarkan tidak hanya sebatas produk, tetapi juga pengembangan proses yang telah ada, termasuk diantaranya komposisi, metode, formula, dan lain sebagainya.
UU Paten juga mengatur ketentuan mengenai pelaksanaan paten yang dilakukan oleh Pemerintah dengan pertimbangan yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara dan kebutuhan yang sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat. Pelaksanaan paten oleh pemerintah tersebut dilakukan secara terbatas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan bersifat non-komerisal, yakni meliputi: senjata api, amunisi, bahan peledak militer, intersepsi, penyadapan, pengintaian, perangkat penyandian dan perangkat analisis sandi, dan proses dan/atau peralatan pertahanan dan keamanan negara lainnya. Pelaksanaan paten oleh pemerintah juga berlaku untuk obat farmasi yang harganya sangat mahal dan untuk mengobati penyakit endemik, contohnya obat untuk mengatasi virus HIV AIDS.
UU Paten yang baru juga mengatur mengenai mekanisme pengajuan keberatan terhadap hak paten yang telah dikeluarkan, maka dapat diajukan ke Komisi Banding, jadi pengajuan keberatan tidak perlu melalui penyelesaian sengketa di Pengadilan Niaga. Selain itu, UU Paten yang baru juga mengatur mengenai mekanisme penghapusan paten atas permohonan pemegang paten atas invensi yang sama atau pihak ketiga yang berkepentingan.
Untuk menggiatkan kegiatan riset dan pengembangan di lembaga-lembaga pemerintah, terhadap penemu yang berstatus sebagai ASN/PNS (Aparatur Sipil Negara/Pegawai Negeri Sipil), UU Paten ini memungkinkan mereka untuk mendapatkan royalti atau imbalan dari paten yang didakannya. Jadi, hak paten tidak hanya diberikan kepada lembaga penelitiannya saja, tetapi juga kepada penemunya yang berstatus sebagai ASN.
Lebih lanjut, John Kenedy mengatakan UU Paten teranyar ini telah menyempurnakan kelemahan dalam UU Paten sebelumnya, UU No. 14 Tahun 2001. Setidaknya ada beberapa poin yang dimasukan untuk memperbaiki kelemahan peraturan yang lama, yakni: pendaftaran permohonan paten secara elektronik, pemanfaatan paten oleh pemerintah, sumber daya genetik (SDG), invensi berupa penggunaan kedua dan selanjutnya (second use and second medical use), imbalan bagi peneliti Aparatur Sipil Negara (ASN), pemanfaatan paten oleh pemerintah, dan pengaturan sanksi pidana.