Calon hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) dinilai Komisi Yudisial (KY) dari tahun ke tahun memiliki hasil yang hampir sama. Hal ini pula yang kerap dialami KY saat melakukan penelusuruan rekam jejak terhadap calon hakim ad hoc tipikor dalam seleksi sebelumnya.
“Pengalaman penelusuran rekam jejak hakim ad hoc tipikor tidak jauh berbeda yang ditemukan KY,” kata Juru Bicara KY Farid Wajdi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (11/10).
Pernyataan ini menanggapi hasil penelusuran rekam jejak calon hakim ad hoc tipikor yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Indonesia (MaPPI FHUI). Senin (10/10) kemarin, ICW-MaPPI FHUI resmi menyerahkan hasil penelusuran 62 dari 85 calon hakim ad hoc tipikor kepada Ketua Pansel Calon Hakim Ad Hoc Tipikor 2016, Artidjo Alkostar. Mereka sedang menjalani seleksi profile assessment dan wawancara pada 10-13 Oktober 2016 di Pusdiklat MA, Bogor.
Farid melihat hasil penelusuran rekam jejak calon hakim ad hoc tipikor yang dilakukan ICW-MaPPi FHUI dapat mengakibatkan tingkat kelulusan peserta rendah. “Penelusuran rekam jejak hingga hari ini masih pada tingkat kelulusan yang rendah, sama halnya ketika setiap kali KY dilibatkan dalam proses,” kata dia.
Rendahnya tingkat kelulusan seleksi hakim ad hoc tipikor disebabkan faktor row material dari awal yang memang payah. Sebab, umumnya sebagian besar peserta seleksi calon hakim ad hoc tipikor adalah pencari kerja dengan integritas rendah. “Most of them adalah job seekers dengan komitmen yang rendah serta profil integritas yang buruk,” kata dia.
Karena itu, saran dia mesti ada perubahan metode seleksi yang mampu meminimalisasi persoalan temuan hasil penelusuran calon hakim ad hoc tipikor tersebut. Dalam kondisi ini, metode talent scouting (pencarian bakat) bisa menjadi salah satu alternatif untuk diterapkan dalam proses seleksi calon hakim ad hoc berikutnya. “Standard kelulusan juga tidak dapat ditawar,” kata dia.
Baginya, kuota yang dibutuhkan hakim ad hoc tipikor bukan berarti Pansel harus memenuhi target kebutuhan. Apalagi sampai harus mereduksi standard kelulusan yang sudah ditetapkan. “Bagaimanapun dan apapun hanya yang beintegritas dan berkualitaslah yang layak jadi pemegang palu hakim ad hoc tipikor,” harapnya.
Sebelumnya, ICW-MaPPI FHUI telah menyampaikan hasil penelusuran rekam jejak terhadap 62 dari 85 calon hakim ad hoc tipikor tingkat pertama dan banding kepada Ketua Pansel Calon Hakim Ad Hoc Tipikor 2016 Artidjo Alkostar sebagai masukan. Dari jumlah 62 calon ada 49 calon masuk kategori tanda merah. Artinya, bermasalah dari sisi integritas, kompetensi, dan independensi. (Baca Juga: Keppres Gugus Tugas, Implementasi Pengampunan Pajak)
Dari sisi integritas banyak ditemukan potensial konflik kepentingan, pernah membela terdakwa korupsi (advokat), job seeker. Sisi kompetensi, tidak memiliki kapasitas menguasai peraturan perundang-undangan tentang tipikor, perpindahan hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial menjadi hakim ad hoc tipikor. Sisi indepedensi, ditemukan calon berafiliasi dengan partai politik dan masih aktif sebagai anggota parpol. Karena itu, ICW-MaPPI FHUI minta Pansel tidak meloloskan calon hakim ad hoc tipikor bertanda merah.
Sementara hanya ada 3 nama calon masuk kategori tanda hijau dan 10 nama calon yang masuk kategori tanda kuning. ICW-MaPPI FHUI merekomendasikan 13 nama yang perlu dipertimbangkan Pansel untuk bisa diterima. Sisanya, 23 nama lain belum ditelusuri lebih jauh karena 25 calon hakim ad hoc tersebut berada di daerah. Untuk itu, 23 nama tersebut perlu didalami lebih jauh oleh Pansel.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur mengatakan Pansel memang telah meminta masukan melalui surat kepada koalisi masyarakat sipil, KPK, lembaga terkait termasuk media tentang rekam jejak para calon hakim ad hoc yang telah dipublikasikan.“Memang hasil ini yang sangat diharapkan Pansel,” kata Ridwan saat dihubungi kemarin.
Semua hasil rekam jejak para calon hakim ad hoc tipikor kali ini menjadi bahan pertimbangan Pansel termasuk hasil profile assesment yang dilaksanakan lembaga independen (PPSDM). “Tentu, hasilnya menjadi materi yang akan dipertimbangkan Pansel untuk meluluskan hakim ad hoc tipikor tingkat pertama dan banding ini,” katanya.