Polemik boleh tidaknya terpidana maju dalam perhelatan calon kepala daerah menyeruak ke publik. Isu tersebut memanas, bahkan sempat dibahas serius di Komisi II DPR yang membidangi masalah pemerintahan dan pertanahan dengan pemerintah dan penyelenggara Pemilu. Khususnya, terkait dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) penyelenggaraan Pilkada yang sudah berada di depan mata.
Ketua Fraksi PKS di DPR, Jazuli Juwaini, berpandangan publik mestinya berpikir jernih menyikapi wacana tersebut. Pasalnya, kepala daerah sebagai pemimpin tertinggi di sebuah daerah memiliki tanggungjawab yang cukup berat. Oleh sebab itu, calon kepala daerah mesti bersih dan tidak cacat secara hukum.
Langkah itu penting dibutuhkan agar kepala daerah kelak dapat berkonsentrasi mengurus dan mengelola daerah yang dipimpinnya. Sebab, bila kepala daerah bermasalah dengan hukum akan menjadi ganjalan ketika menjalankan roda pemerintahan daerah. “Bagaimana mungkin dia akan berkonsentrasi jika terlilit masalah hukum,” ujarnya di Gedung DPR, Jumat (2/9).
Menurutnya, masih terdapat banyak putra putri terbaik daerah yang bersih dari persoalan hukum. “Aturan ini penting untuk memberi pesan bahwa rekrutmen kepala daerah harus berkualitas dan berintegritas sejak persyaratan calon,” katanya.
Anggota Komisi I DPR itu berpandangan pemimpin daerah acapkali dituntut bersikap teladan. Sebab bakal menjadi kebanggaan tesendiri bagi daerah yang dipimpinnya. Sebaliknya, bila berstatus tersangka sekalipun hukuman percobaan, kata Jazuli, akan menjadi preseden buruk bagi masyarakat yang dipimpinnya. Bahkan dikhawatirkan dapat menjatuhkan kepercayaan dan marwah daerah di hadapan rakyatnya.
“Kita ingin membengun demokrasi yang berkualitas dan berintegritas. Oleh karena itu sebaiknya wacana pembolehan terpidana mencalonkan diri dalam pilkada dibatalkan saja,” katanya.
Jazuli berpendapat banyak kepala daerah yang awalnya tidak memiliki masalah hukum, namun setelah menjabat kepala daerah banyak pula yang tersandung masalah hukum. Setidaknya, merujuk data Kementerian Dalam Negeri periode 2015, terdapat 343 kepala daerah yang jatuh di kubangan masalah hukum.
“Ini semakin menguatkan agar proses pencalonan benar-benar berkualitas,” katanya.
Terlebih, UU No.10 Tahun 2016 tentang Pilkada jelas menjelaskan syarat maju calon kepala daerah mesti bersih dari persoalan hukum. Pasal 7 huruf g menyatakan, “calon tidak pernah dipidana berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam hukuman lima tahun penjara” dan hukuman percobaan masuk kategori pidana berdasarkan KUHP”.
Wakil Ketua Komisi II Lukman Edy menambahkan, komisinya beserta KPU, Bawaslu dan pemerintah berdebat terkait dengan ketentuan boleh tidaknya terpidana yang sedang menjalani hukuman percobaan mendaftar sebagai calon kepala daerah. Menurutnya, pasal yang mengatur tentang terpidana mengatur tiga substansi.
Pertama, boleh atau tidak terpidana yang sudah mendapatkan hukuman yang berkekuatan hukum tetap mencalonkan sebagai kepala daerah. Soal ketentuan itu, kata Lukman, anggota komisi II dan fraksi-fraksi, Pemerintah, Bawaslu RI dan KPU RI sepakat dan tidak ada perbedaan pendapat.
Kedua, bagi mantan terpidana yang sudah menjalani hukumannya boleh mencalonkan diri sebagai kepala daerah dengan syarat, yakni mengumumkan ke publik bahwa yang bersangkutan pernah dihukum pidana kecuali untuk kejahatan Korupsi, Bandar Narkoba dan kejahatan seksual.
“Norma ini juga disepakati semua pihak di dalam rapat konsultasi ini, dan tanpa ada perbedaan pendapat,” ujarnya.
Ketiga, terkait terpidana yang sedang menjalani hukuman pidana percobaan apakah boleh mendaftar sebagai calon. Pembahasan hal tersebut sudah dibicarakan, namun menimbulkan berdebatan luas. Bahkan sampai menjadi pembicaraan serius di tengah publik.
“Tentang pendapat publik yang disampaikan secara luas melalui media2 pasti akan menjadi perhatian serius oleh fraksi fraksi dan anggota komisi II,” ujar politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.