PT. Primajasa Perdana Rayu Utama (PPRU) akan mengambil langkah hukum dengan menggugat pihak PT. Transjakarta terkait dengan pemutusan kontrak kerjasama dalam memenuhi jumlah armada bus.
Kuasa Hukum PT. Primajasa Perdana Raya Utama (PPRU) Kurniadi Setiadi mengatakan, langkah PT. Transjakarta dinilai sebagai sikap arogansi. “Ini jelas sangat merugikan kami,” ujarnya di Jakarta, Minggu (3/7/2016).
Menurut Adi pemutusan kontrak tersebut turut serta berimbas terhadap pemutusan tenaga kerja (PHK) karyawan PT. PPRU yang bekerja dalam kontrak tersebut.
“Buat kami, tidak tega rasanya kami memberikan parcel lebaran kepada karyawan kami berupa PHK karena akan terkesan bahwa kami berbuat kejam dengan para karyawan kami,” tuturnya.
Sementara itu, Adi menambahkan langkah hukum berupa gugatan ini bertujuan mencari keadilan atas ihwal pemutusan kontrak tersebut.
“Kami menilai ada pelanggaran kesepakatan yang dilakukan oleh pihak PT. Transjakarta,” tuturnya.
Diketahui, masa kontrak kerjasama antara PT. Transjakarta dan PT. PPRU untuk koridor 4 dan 6 dengan masa kontrak selama 7 tahun dan volume pekerjaan 25.200.000 KM berakhir pada tanggal 16 januari 2015. Namun kerjasama tersebut masih terus berjalan mengingat volume pekerjaan baru mencapai 19.974.617 KM.
Memasuki tahun 2016 kedua belah pihak masih menandatangani addendum yang ke 5 dan dalam addendum ini tidak menyebutkan berakhirnya masa kontrak kerjasama, sehingga pihak PT. PPRU beranggapan bahwa masa kontrak kerjasama masih berlanjut sampai awal 2017.
Tapi tiba-tiba tanpa alasan yang pasti PT. Transjakarta mengirimkan surat yang menyatakan berakhirnya masa kontrak kerjasama dan per tanggal 01 juli 2016 dan armada bus perusahaan PT. PPRU sudah dilarang beroperasi lagi