Isu penyadapan perihal percakapan Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma’ruf mencuat pascapersidangan kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Mabes Polri akhirnya angkat bicara dan menegaskan bahwa siapapun yang melakukannya secara ilegal, bakal dikenakan hukuman 15 tahun penjara.
Sebelumnya dalam konferensi pers di Wisma Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (1/2), SBY menuturkan keinginannya blak-blakan dengan Presiden Jokowi. SBY merasa perlu saling terbuka dengan Jokowi karena banyak isu miring diarahkan kepadanya.
SBY mengaku sudah dua kali mendapat laporan dari orang dekatnya bahwa nomor teleponnya disadap. Pertama, sepulang dari Tour de Java pada pertengahan 2016. Saat itu SBY tak percaya atas laporan tersebut.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul di kantornya, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (3/2) mengatkan, “Dalam telekomunikasi dijelaskan siapa yang dengan secara ilegal menyadap itu bisa kena hukuman maksimal 15 tahun penjara,”
Lebih lanjut katanya, sejauh ini kepolisian belum pernah menerima maupun menemukan adanya laporan terkait penyadapan ilegal. Namun, dia memastikan siapapun yang melakukan hal itu akan dikenakan hukuman.
Ia menambahkan, “Sementara ini kita belum melakukan dan belum menemukan itu dan kalau pun itu terjadi, tentu akan berakibat kepada hukum. Yang mana di dalam undang-undang telekomunikasi itu sangat jelas dikatakan dijelaskan orang yang tanpa hak untuk melakukan penyadapan itu bisa dikenakan penjara maksimal 15 tahun,”
Martinus menuturkan, sebenarnya tidak sembarangan orang bisa melakukan penyadapan. Saat ini hanya ada 5 lembaga negara yang dibolehkan menyadap yakni BIN, Kejaksaan, KPK, BNN, dan Polri.
“Penyadapan ilegal, proses yang itu sangat sulit kita, ini agak teknis ya ada satu alat untuk men-typing orang misalnya yang kita mengikuti pergerakannya, kemudian dalam hal ini dalam kasus-kasus terorisme misalnya itu tetap langsung menuju kepada pusat pemantauan. Di situlah nanti di Lakukan analisis,” Imbuhnya.
“Apakah ini perlu atau tidak jadi pusat pemantauan. Ini merupakan satu pusat analisis dan pusat yang mana assessment apakah perlu dilakukan atau tidak jadi memang secara internal mekanisme di kita itu sangat sulit dan sangat terseleksi betul untuk bisa melakukan sesuatu typing,” Lanjut Martinus.