Guna menyelamatkan lembaga peradilan dari ulah sejumlah oknum yang terlibat dalam kasus korupsi, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dinilai sebagai jalan yang cepat dalam mengatasi kondisi degradasi peradilan. Rencana Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu ini muncul melihat beberapa kasus mafia peradilan yang terjadi belakangan ini.
Farid Wadji, Komisioner Komisi Yudisial (KY) menilai sepintas usulan Perppu penyelamatan lembaga peradilan adalah hal yang baik. Oleh karena itu katanya, KY menunggu tindaklanjut yang lebih konkrit dari pemerintah karena penerbitan Perppu menjadi kewenangan dan ranah presiden. Ia pun mengingatkan pemerintah untuk menelaah terlebih dahulu urgensi persyaratan penerbitan Perppu tersebut. “Sepintas bagi kami ini perkembangan yang baik, kami menantikan tindaklanjut kongkrit pemerintah,” ujarnya.
Seperti diketahui, usulan Perppu penyelamatan lembaga peradilan kali pertama muncul dari hakim agung Gayus Lumbuun. Hakim agung itu gerah melihat hakim dan panitera di jajaran lembaganya terjerat kasus korupsi.
Lebih lanjut Farid menuturkan, praktik korupsi yang terjadi di lembaga peradilan belakangan ini menunjukkan buruknya situasi peradilan saat ini. Ia menilai berbagai peristiwa tersebut mesti dijadikan momentum perubahan. Pasalnya, perubahan signifikan dapat menyentuh ke akar persoalan. Bukan sebaliknya, perubahan hanya aksesoris semata.
“Jangan sampai reformasi peradilan berjalan, namun korupsi peradilan juga tidak berhenti. Perubahan itu tidak elok jika sekadar memindahkan bandul masalah,” Imbuh Mantan dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhamadiyah Sumatera Utara (UMSU).
Ia menambahkan, meski sistem sudah diperbaiki, namun perilaku hakim tak juga kunjung pulih. Padahal, perubahan sistem ke arah yang lebih baik mesti diimbangi dengan sumber daya manusia yang siap melakukan perubahan positif.
Apalagi katanya, Komisi Yudisial menyatakan siap berkoordinasi dan berkontribusi bersama lembaga lain dalam mewujudkan dunia peradilan yang lebih baik. Ia pun meminta publik memberikan waktu pemerintah untuk mematangkan wacana tersebut dan mendukung pemerintah dalam upaya membenahi dunia peradilan Indonesia.
Ia pun ia berharap substansi Perppu fokus pada penguatan terhadap KY. Selain itu, perlu adanya keselarasan antara kebutuhan KY dan harapan publik mau pun lembaga egislasi terkait dengan penguatan kewenangan pengawasan eksternal hakim oleh KY, yakni memberikan kewenangan eksekutorial kepada KY.
“Pembenahan itu harus bersifat menyeluruh sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan harus direbut kembali, jika tidak krisis degradasi (distrust) kepada lembaga peradilan semakin tergerus,” ujarnya.
Sementara itu, Risa Mariska Anggota Komisi III DPR punya pandangan yang berbeda. Menurutnya, Perppu penyelamatan lembaga peradilan belum diperlukan. Pasalnya, penyelamatan lembaga peradilan dapat dilakukan oleh lembaga yang berwenang, seperti KY, MA dan KPK yang memiliki tigas pemberantasan korupsi.
“Saya rasa belum perlu ada Perppu. Jadi biarkan lembaga tersebut bekerja sesuai dengan kewenangannya. Saya khawatir kalau ada peraturan lain yang diterbitkan akan menjadi tumpang tindih dengan kewenangan institusi yang tadi sudah saya sebutkan,” ujar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.