Komisi Yudisial menganggap pengamanan dan pengawasan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah sangat ketat. Oleh sebab itu lembaga pengawas peradilan tersebut menyayangkan pengawasan di PN Jakarta Pusat bisa bobol oleh aksi korupsi paniteranya.
Ketua KY Aidul Fitri mengatakan, berdasarkan pengecekan yang pernah ia lakukan di PN Jakarta Pusat, pembinaan terhadap para panitera telah dilakukan.
“Ini perlu didalami karena pengamanan ketat tapi pengawasannya luput,” kata Aidul di Mabes Polri, Jakarta, kemarin.
Panitera berpendirian lemah bisa dimanfaatkan orang-orang yang punya kepentingan tertentu untuk meloloskan keinginan mereka. Apalagi, kata Aidul, pihak-pihak yang mencari “keadilan” pasti menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan mereka, termasuk dengan menyuap orang-orang yang bekerja di lembaga peradilan.
Penyuapan itulah yang terjadi pada panitera PN Jakarta Pusat Santoso yang diciduk KPK. Santoso ialah salah satu dari tiga orang yang ditetapkan KPK sebagai tersangka usai dalam operasi tangkap tangan, Kamis (30/6). Selain Santoso, ada pula pengacara PT Kapuas Tunggal Persada, Raoul Adhitya Wiranatakusumah; dan staf pengacara Ahmad Yani.
Dalam operasi tangkap tangan, penyidik KPK menyita uang sebanyak S$28 ribu. Uang tersebut merupakan suap pemenangan perkara perdata antara PT Kapuas Tunggal Persada selaku tergugat, dengan PT Mitra Maju Sukses selaku penggugat.
Suap terhadap panitera pengadilan dilakukan karena meski panitera bukan hakim, ia dinilai punya kemampuan untuk memengaruhi putusan hakim meski mungkin tak sampai 100 persen ucapannya didengar hakim. Bukan tak mungkin hakim pun mendapat bagian dari uang suap.
“Tapi ini belum ketahuan sampai hakim. Belum tentu (suapnya) sampai ke sana (hakim),” kata Aidul.
Sementara Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali mengatakan bahwa tindakan pencegahan sudah dilakukan dengan sangat ketat. Oleh karenanya ia heran suap masih saja terjadi di lembaga peradilan.
Agar kejadian tak berulang, Hatta Ali berencana membuka layanan pesan singkat agar masyarakat bisa langsung melaporkan pelanggaran hukum yang dilakukan anggota lembaga peradilan lewat telepon seluler.