Pemerintah akan segera mengganti konsep pemberian remisi untuk narapidana yang tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan.
Secara tidak langsung, revisi itu disebut akan menyelesaikan persoalan kelebihan kapasitas di hampir seluruh lembaga pemasyarakatan.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly berkata, PP 99/2012 diundangkan dengan filosofi yang tidak sesuai. Pemerintah, kata dia, akan menerbitkan PP baru yang akan memberikan hak setara bagi seluruh narapidana.
“Kami akan perbaiki karena filosofinya menyatakan semua warga binaan harus mendapatkan revisi. Memang akan ada dampaknya ke over capacity, tapi kami harus koreksi dulu filosofinya,” ucapnya.
Yasonna menuturkan, PP 99/2012 bertentangan dengan sejumlah peraturan perundang-undangan yang secara hirarkis berada di atasnya, terutama UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan.
Meski akan mengatur hak yang setara bagi setiap narapidana, Yasonna berkata pemerintah tetap akan memisahkan sejumlah hak bagi narapidana kasus pidana biasa dan pidana luar biasa (extraordinary crime).
“Yang pasti akan tetap ada pembedaan. Tapi prinsipnya tetap akan ada remisi,” ujarnya.
Yasonna menargetkan revisi PP 99/2012 dapat selesai tahun ini. Ia beralasan, banyak narapidana resah akibat pembedaan perlakuan bagi sejumlah narapidana.
“Filosofinya ternyata membuat kondisi seperti sekarang, membuat orang di dalam lapas menjadi resah. Perlahan kami kerjakan,” tuturnya.
PP 99/2012 merupakan perubahan atas PP Nomor 32 Tahun 1999. Perubahan kedua itu mengatur sejumlah syarat pemberian remisi bagi narapidana kasus pidana narkotik, kejahatan HAM, terorisme, keamanan negara, korupsi dan pidana transnasional lainnya.
Sejumlah syarat itu antara lain bersedia menjadi justice collaborator serta melunasi denda dan uang pengganti pidana.