Pemerintah akan segera membuat peraturan pemerintah (PP) mengenai pemanfaatan langsung panas bumi. Aturan ini merupakan amanat dalam Undang-Undang Nomor 27 tahun 2003 yang kemudian direvisi menjadi UU Nomor 21 tahun 2014.
Sekretaris Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, pemerintah mulai tahun depan memprioritaskan penyelesaian aturan tersebut. “Masuk di Program Legislasi Nasional 2017,” kata Dadan
Namun, dia belum mau menyebutkan poin penting apa saja yang akan masuk dalam aturan tersebut. Alasannya, tim internal sedang menyusun konsep awal dari aturan tersebut. Dalam pembuatan aturan, pemerintah juga akan melibatkan para pemangku kepentingan.
Targetnya, pembahasan dengan para pemangku kepentingan akan dimulai Januari tahun depan. “Seperti yang selama ini selalu dilakukan dalam penyusunan regulasi dan kebijakan, kami pasti melibatkan stakeholders,” ujar Dadan.
Sebelum itu, Asosiasi Daerah Penghasil Panas Bumi Indonesia (ADPPI) meminta pemerintah segera menerbitkan peraturan pemerintah untuk pemanfaatan langsung panas bumi. Ketidakadaan aturan tersebut selama ini menimbulkan ketidakpastian dan kerugian daerah dalam pemanfaatan langsung panas bumi, seperti wisata air.
Ketua Umum ADDPI Hasanuddin mengatakan, jika pemerintah tidak segera mengeluarkan PP maka proses perizinan usaha yang memanfaatkan panas bumi, seperti wisata air panas, akan terganggu. Sebab, pelaku usaha yang belum berizin wajib menyesuaikan menjadi izin pemanfaatan langsung paling lambat 2017.
Kewajiban itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014. Sedangkan untuk mengajukan perizinan memerlukan pedoman, prosedur dan tata cara, yang pengaturannya ada dalam Peraturan Pemerintah. Namun, sampai saat ini aturan tersebut belum ada.
Menurut Hasanuddin, ada beberapa usaha pemanfaatan langsung panas bumi yang sudah berjalan sebelum adanya UU Nomor 21 tahun 2014. Contohnya adalah kawasan wisata air panas di sekitar kawasan panas bumi di Ciwidey, Jawa Barat, dan Lejja Soppeng di Sulawesi.