Aturan mengenai sanksi perdata terhadap pelaku perusakan lingkungan, khususnya korporasi, dinilai masih lemah. Pasalnya satu-satunya cara untuk menggugat pelaku kerusakan hanya melalui bentuk pertanggungjawaban.
“Pertanggungjawaban pelaku hanya dimungkinkan ketika ada gugatan. Sejak intensitas kebakaran hutan dan lahan meningkat pada 1997 hingga saat ini, gugatan terhadap perusahaan baru ada pada 2013,” kata Pakar Hukum Lingkungan Universitas Indonesia (UI) Andri Wibisana di Jakarta, Selasa (12/12).
Artinya, ujar dia, selama ini biaya kerusakan yang ditimbulkan kebakaran selalu menjadi tanggung jawab pemerintah. “Kalau tidak ada gugatan, tidak ada namanya pemulihan dan tidak semua gugatan dikabulkan. Itu bisa dihitung dengan jari (gugatan yang dikabulkan).
Di sisi lain, katanya, pemerintah selalu kesulitan dalam mengeksekusi perusahaan yang dikenakan sanksi perdata. Pasalnya, tak ada jaminan perusahaan memiliki biaya untuk membayar gugatan yang diputuskan oleh hakim. Karena iti, Andri menilai harus ada jaminan perusahaan terhadap negara sebelum melakukan usaha.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 43 disebutkan pemerintah wajib mengembangkan instrumen ekonomi lingkungan hidup, di antaranya dana jaminan pemulihan, dana penanggulangan, dan dana bantuan.
Andri menilai tiga instrumen ini yang belum diterapkan pemerintah kepada perusahaan, karena hingga saat ini belum ada Peraturan Pemerintah (PP) yang ditetapkan.
Padalah, kata Andri, dana tiga dana tersebut seharusnya dana publik yang digunakan ketika ada kerusakan lingkungan. Artinya, ketika terjadi kebakaran hutan, pemerintah tak perlu lagi menggugat perusahaan terlebih dahulu untuk meminta uang ganti rugi.
“Supaya ada jaminan asetnya cukup, karena apabila kalau tidak cukup, Kementerian LHK menang Rp 1 triliun, namun aset perusahaan hanya Rp 100 juta akan percuma dimenangkan pengadilan,” ungkapnya.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Hadi Jatmiko mengatakan, masyarakat yang paling mengalami kerugian akibat kebakaran yang terjadi di Sumsel. Ironisnya, belum adanya kepastian hukum terhadap kasus kebakaran lahan yang dilakukan PT Bumi Mekar Hijau (BMH) di Sumatera Selatan (Sumsel) pada 2014.