Pembentukan paket kebijakan hukum yang melingkupi instrument hukum, aparat penegak hukum, dan budaya hukum yang tengah disiapkan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) dilatarbelakangi beberapa alasan penting.
“Kalau kita melihat kondisi hukum saat ini, ketiganya perlu direformasi karena ada masalah yang ditemui,” kata Wiranto, sebelum memimpin rapat koordinasi tingkat menteri tentang paket kebijakan hukum di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, seperti yang dikutip hukumoline.com, Rabu (28/9).
Pertama, instrumen hukum masih banyak yang tumpang tindih dan tidak jelas sehingga perlu disederhanakan dengan menertibkan regulasi-regulasi yang berlaku di pemerintah pusat dan daerah.
Menganalogikan dengan paket kebijakan ekonomi yang ditujukan antara lain untuk menghapus ribuan undang-undang yang menghambat pertumbuhan ekonomi, Wiranto menyebut opsi serupa juga akan diterapkan di bidang hukum di mana revisi atau penghapusan instrumen-instrumen hukum dimungkinkan setelah melalui proses analisa menyeluruh.
Kedua, aparat penegak hukum akan dinilai kembali apakah sudah memiliki integritas dan kapasitas yang memadai. “Nah kalau belum kan perlu perbaikan, maka tentu nanti reformasi hukum menyentuh itu,” kata mantan Panglima ABRI itu.
Ketiga, perlu dibangun kesadaran terhadap masyarakat bahwa mereka adalah salah satu pemangku kepentingan yang tidak bisa hanya menyerahkan sepenuhnya tugas penegakan hukum kepada pemerintah atau aparat karena masyarakat merupakan bagian dalam proses pembentukan budaya hukum yang baik.
“Hukum ini kesepakatan kolektif, termasuk masyarakat. Kalau semua mematuhi hukum negara akan tertib, tidak absurd antara benar dan salah. Mencari kepastian akan sukit tatkala hukumnya sendiri tidak jelas dalam praktiknya,” tutur Wiranto.
Melalui penyusunan paket kebijakan di bidang hukum, pemerintah berupaya membangun suatu budaya hukum baru yang diharapkan dapat lebih memberikan jaminan hukum kepada masyarakat. (Baca Juga: KPPU Akan Sidangkan Dugaan Monopoli Gas di Sumatera Utara)
“Kalau (budaya hukum) ini sudah terbangun akan berdampak pada investasi. Uang (investasi) akan masuk ke negara yang sistem hukumnya jelas,” kata Menko Polhukam.
Sebelumnya, peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter, mengatakan pemerintah perlu mengeluarkan paket kebijakan hukum selama betul-betul mendukung dan memperkuat upaya pemberantasan korupsi.
“Sebaiknya paket kebijakan hukum yang dikeluarkan yang memperkuat penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi. Namun, itu juga tergantung materi apa yang diatur di dalamnya,” kata Lola.
Saat ditanya materi apa saja versi ICW yang perlu masuk dalam paket kebijakan hukum, Lola menjawab memang ada yang spesifik. Namun, materi versi ICW itu lebih relevan dalam revisi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menurut Lola, revisi UU Tipikor sudah lama masuk dalam program legislasi nasional di DPR, tetapi selama ini belum pernah menjadi program legislasi prioritas.
“Materi versi kami lebih relevan untuk revisi Undang-Undang Tipikor, bukan kebijakan yang tingkatnya di bawah undang-undang,” katanya.