Ahli kenotariatan yang menjabat Majelis Kehormatan Notaris untuk Wilayah Jakarta, Firdhonal, dihadirkan dalam sidang lanjutan dugaan korupsi pengadaan tanah Kampus III Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol, Padang, Sumatera Barat.
“Notaris dalam melaksanakan profesinya bersifat pasif dan diikat oleh etik serta peraturan perundang-undangan,” kata Firdhonal di Padang, Rabu (2/11).
Ia menyebutkan notaris tidak boleh menawarkan diri serta berpihak pada para pihak yang datang menghadapnya. “Sepanjang para pihak mengakui keberanan, akta autentik tetap berlaku sebagai undang-undang yang mengikat. Notaris wajib membacakan akte di hadapan para pihak,” jelasnya.
Keterangan mengenai tugas serta profesi notaris itu dikarenakan salah seorang yang ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus itu atas nama Eli Satria Pilo, berporfesi sebagai notaris.
Dalam persidangan ahli tersebut juga memberikan keterangan mengenai profesi notaris. Mulai dari alur penerimaan para pihak yang berkepentingan dengan notaris, larangan terhadap profesi dan lainnya.
selain itu, Ahli lainnya yang dihadirkan dalam sidang tersebut adalah guru besar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Profesor Mudzakir. Dalam keterangannya, ia menjalaskan bahwa notaris dalam menjalankan profesinya tidak perlu melakukan pemeriksaan dokumen dua pihak yang mendatanginya secara detail.
“Selama dokumen yang diterima sudah dinyatakan benar oleh para pihak, maka pertanggungjawaban kebenaran dokumen diserahkan kepada para pihak. Notaris tidaklah seperti hakim yang bertugas memeriksa, serta melakukan pengujian secara detail,” kata ahli pidana yang juga pernah dihadirkan sebagai ahli sidang kasus Jessica Kumala Wongso.
Ia juga menerangkan tentang kekeliruan terhadap hasil audit dari lembaga auditor resmi, yang kemudian dijadikan dasar penetapan status tersangka korupsi. Terlihat bahwa sudah melanggar asas praduga tidak bersalah, karena yang dimintakan untuk diaudit soal kerugian saja. Harusnya BPK mengaudit secara menyeluruh, dengan proses investigasi untuk menemukan kerugian atau keuntungan,” katanya.
“Apapun hasil investigasi itu, itulah yang kemudian dilaporkan. Bukan hanya tentang kerugian atas permintaan penyidik.” Tambahnya
Dalam sidang itu juga dihadirkan mantan Rektor IAIN Padang, sebagai saksi meringankan (a de charge) untuk terdakwa lain dalam perkara yang sama, yaitu mantan Wakil Rektor Salmadanis.
Kasus itu adalah dugaan korupsi pengadaan tanah guna pembangunan Kampus III IAIN Padang. Terdakwa Salmadanis memberi pekerjaan kepada nitaria Ely Satria Pilo, untuk membuat sertifikat atas beberapa objek tanah.
Hanya saja diduga beberapa objek tanah yang dibeli IAIN diduga fiktif, serta beberapa lainnya dilakukan pengerucutan harga dari yang sebenarnya. Dugaan perbuatan tersebut dinilai mengakibatkan kerugian Negara sebesar Rp1.946.701.050.