Permohonan uji materi beberapa pasal UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) ditolak Mahkamah Konstitusi (MK). Alasannya dalil yang dimohonkan Dinna Wisnu dan kawan-kawan tidak berlandaskan hukum.
Para pemohon yakni Dinna Wisnu dan kawan-kawan mempersoalkan Pasal 21 ayat (2) beserta Penjelasannya, Pasal 25 ayat (1) huruf f, Pasal 41 ayat (2), Pasal 42, dan Pasal 43 ayat (2) UU BPJS terkait komposisi Dewan Pengawas BPJS dan pemisahan aset BPJS dengan aset dana jaminan sosial.
Misalnya, Pasal 21 ayat (2) UU BPJS beserta penjelasannya membuka ruang terpilihnya Dewan Pengawas BPJS dinilai tidak sesuai kehendak rakyat karena ada dua unsur pemerintah, dan membuat anggota Dewan Pengawas tidak independen. Pemohon menilai berdasarkan ketentuan tersebut, yang dapat menduduki jabatan dalam jajaran Dewan Pengawas BPJS Kesehatan hanya yang tergabung dalam jajaran pemerintahan, jajaran pemberi kerja, pekerja, dan tokoh masyarakat yang sulit ditentukan kriterianya.
Pemohon juga ingin uji materi ketentuan batasan usia Dewan Pengawas BPJS Kesehatan yang tertuang dalam Pasal 25 ayat (1) huruf f UU BPJS yang dinilai telah menghambat kinerja BPJS Kesehatan. Seharusnya, penilaian didasarkan pada kriteria yang diukur dari jenjang pendidikan formal dan didasarkan pada kompetensinya.
Menurut pemohon, tidak diperlukan pemisahan aset karena penggunaan dan pemanfaatannya telah menimbulkan konflik kepentingan. Pemisahan aset tersebut menjadikan direksi BPJS akan merasa aset BPJS sebagai miliknya. Padahal sebagai badan hukum publik, aset pemerintah dan tidak boleh dipisahkan karena merupakan aset rakyat. Karena itu, Pemohon meminta MK untuk menghapus pasal-pasal itu.
Sedangkan MK memandang, kekhawatiran para Pemohon susunan Dewan Pengawas BPJS dari berbagai unsur tersebur tidaklah beralasan. Sebab, keberagaman unsur dalam Dewan Pengawas sudah memadai sebagai mekanisme pengawasan internal.
Konsep keberagaman latar belakang asal-usul susunan kelembagaan juga terdapat pada lembaga negara, seperti pada MK yang hakim-hakimnya berasal dari tiga unsur yakni : Presiden, DPR, dan MA. Bagi Mahkamah persoalan independensi dan imparsialitas tidaklah ditentukan oleh latar belakang asal-usul tersebut, melainkan sangat tergantung dari integritas pribadi orang-orang yang duduk dalam suatu kelembagaan.
“Dalil para Pemohon mengenai frasa ‘unsur pemerintah’ dan ‘unsur tokoh masyarakat’ serta inkonstitusionalitas Penjelasan Pasal 21 ayat (2) UU BPJS adalah tidak beralasan menurut hukum,” ucap Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.
Terkait syarat batas usia menjadi anggota Dewan Pengawas BPJS sepenuhnya kewenangan pembentuk UU (open legal policy). “Apapun pilihannya, tidak dilarang dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Dalil para Pemohon uji materi tentang ketentuan syarat usia minimum tidak beralasan menurut hukum,” tuturnya.
Artinya, tidak ada persoalan diskriminasi terhadap ketentuan persyaratan usia calon anggota Dewan Pengawas BPJS. Sebab, setiap pengaturan berbeda tidaklah serta merta (otomatis) disebut diskriminatif. “Aturan bersifat diskriminatif apabila perlakuan berbeda semata-mata didasarkan atas ras, etnik, agama, status ekonomi maupun status sosial lainnya,” urai majelis dalam pertimbangan yang dibacakan Patrialis
Terkait pemisahan aset BPJS dan aset Dana Jaminan Sosial (DJS), menurut MK, hal tersebut memang sudah seharusnya dilakukan agar pemanfaatan dana untuk peserta dengan dana operasional tidak tercampur. Aset DJS adalah dana amanat milik seluruh pekerja yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola BPJS. (Baca Juga: Bappenas Segera Terbitkan Perpres Tujuan Pembangunan Berkelanjutan)
Pemisahan itu untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial. Karena itu, inkonstitusionalitas pemisahan aset BPJS dengan aset DJS, seperti diatur Pasal 41, Pasal 42, dan Pasal 43 ayat (2) UU BPJS tidaklah beralasan menurut hukum. “Mahkamah berpendapat semua dalil permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” urai majelis