Anggaran bantuan hukum yang disediakan negara untuk disalurkan melalui Pemberi Bantuan Hukum (PBH) yang membantu warga miskin kini turun drastis. Akankah semangat UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum akan mengendur?
Kepala Pusat Penyuluhan Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Audi Murfi, mengatakan anggaran bantuan hukum yang disediakan dalam APBN 2017 hanya sebesar 18 miliar. Dana ini akan dipakai untuk membantu warga miskin yang mungkin dibantu oleh 405 PBH yang tersebar di seluruh Indonesia.
Audi mengakui jumlah itu masih kurang. BPHN melaporkan masalah ini ke Menteri Hukum dan HAM untuk membuka peluang penambahan anggaran. Apalagi serapan anggaran dana bantuan hukum pada tahun 2016 sudah mencapai 96% dari total 44.983.620.000. Sisa anggaran tahun ini sekitar Rp1,63 miliar.
Audi menjelaskan serapan anggaran bantuan hukum tahun ini sudah jauh lebih tinggi. Bandingkan misalnya pada tahun 2013 dengan dana 50 miliar hanya terserap 11%. Pada tahun berikutnya serapannya naik menjadi 34%. Tahun 2015, naik 54% untuk 405 organisasi PBH.
Untuk memperkuat administrasi pengelolaan bantuan hukum itu, BPHN juga mengembangkan sistem informasi database bantuan hukum. BPHN menggunakan aplikasi bernama SIDBANKUM Online untuk mempermudah proses sejak pencairan anggaran dan pelaksanaan bantuan hukum.
Minimnya dana yang disediakan negara akan berimbas pada cakupan pemberian bantuan hukum. Apalagi pada saat bersamaan BPHN berniat menaikkan biaya pendampingan per kasus, menjadi 8 juta rupiah. Jalan keluarnya memang penambahan dana dalam APBN. “Saya cukup optimis, mungkin bisa ditambah”, jelas Audy.
Audi juga menepis anggapan bahwa minimnya dana bantuan hukum karena serapan anggaran rendah. Penyebabnya, kata dia, lebih karena penghematan negara. Banyak lembaga negara yang anggarannya dipotong, tak terkecuali BPHN.
Ketua Pusat Bantuan Hukum DPN PERADI, Rivai Kusumanegara, melayangkan kritik atas penggunaan dana bantuan hukum. Menurut dia, alokasi dana bantuan hukum di setiap daerah tidak diatur secara tepat. Selain jumlah perkara, seharusnya perlu memperhatikan jenis perkara yang terjadi di daerah-daerah. “Saya melihat distribusinya perlu diperbaiki sehingga tidak hanya organisasi bantuan hukum di kota-kota besar saja yang cukup anggarannya,” ujarnya.
Rivai juga mengingatkan bahwa menurunnya jumlah anggaran bantuan hukum akan berimbas pada advokasi warga miskin. “Sedemikian krisisnya Pemerintah, jauh lebih krisis situasi masyarakat miskin yang sedang berhadapan dengan hukum. Oleh karenanya, negara harus hadir di situ”. Pungkas Rivai.