Peraturan Pemerintah (PP) N0. 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang termasuk salah satu beleid yang dikritik. Dalam diseminasi informasi PP ini di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ada kritik dari penyandang profesi yang wajib lapor.
Bahkan seorang advokat, Ferdian Sutanto, bersama rekannya mengajukan permohonan Hak Uji Materiil (HUM) terhadap PP Wajib Lapor tersebut pada Agustus tahun lalu. Ternyata Mahkamah Agung sudah memutuskan permohonan Ferdian dengan status tidak dapat diterima alias niet onvantkelijk verklaard (N.O).
Status N.O itu tertuang dalam laman resmi Mahkamah Agung (http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan). Tertera dalam salinan putusan, perkara HUM Ferdian ditangani hakim agung Imam Soebechi, Irfan Fachruddin, dan Supandi. Majelis sudah membuat putusan pada pekan awal Desember 2015.
Rupanya, Ferdian juga sudah mendengar informasi putusan NO tersebut. Namun ia mengaku belum membaca salinan putusan karena belum ada pemberitahuan resmi. Alhasil Ferdi belum mengetahui alasan dan pertimbangan hukum menyatakan permohonannya berstatus N.O. “Kami (pemohon) belum baca, jadi ada kebingungan dari kita kenapa ditolak, tapi apapun itu kita tetap menghormati proses hukum,” kata Ferdi seperti yang dikutip dari hukumonline, Minggu (18/9)
Saat ini ada sejumlah permohonan HUM dinyatakan N.O karena pada saat yang sama Undang-Undang yang menjadi payung hukum PP sedang diuji juga di Mahkamah Konstitusi.
Jika status N.O, masih ada peluang bagi Ferdian dan kawan-kawan mempersoalkan PP tersebut. Ferdian mengatakan masih membicarakan dengan advokat lain seraya menunggu salinan resmi putusan MA.
“Salinan putusannya memang belum diambil, tadinya sempat mau kaji terus pelajari ini kenapa ya, artinya kita mau tahu pertimbangan hukum. Ini mau menggugat ulang masih belum pasti tapi nanti masih akan dibicarakan dengan teman-teman terkait hal ini, masih mau uji materi atau tidak,” tuturnya.
Hingga kini belum jelas efektivitas PP No. 43 Tahun 2015. Selaku advokat Ferdian mengaku belum mendapatkan klien yang diduga punya sehingga belum pernah melapor sesuai amanat PP. Ia dapat memahami tujuan PP untuk pencegahan tindak pidana. Persoalannya, PP diduga bertentangan dengan UU Advokat. “Cuma karena bertentangan dengan UU advokat makanya kami menguji ke MA,” pungkasnya.
PP No. 43 Tahun 2015 mewajibkan beberapa profesi melapor ke PPATK jika menemukan transaksi mencurigakan kliennya. Sejumlah pihak yang masuk dalam pihak pelapor lainnya adalah advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan, akuntan publik dan perencana keuangan. “Pihak pelapor sebagaimana dimaksud wajib menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa,” demikian bunyi Pasal 4 PP.