Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) diminta untuk melakukan pengawasan lebih ketat terhadap proses peradilan di Indonesia serta memperkuat fungsi dan tugasnya dalam memperbaiki dunia peradilan di Indonesia.
Langkah tersebut perlu diambil pasca terungkapnya sejumlah kasus korupsi yang melibatkan penegak hukum dan staf pengadilan. Kasus terbaru ialah penangkapan Rohadi, Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang diduga menerima suap terkait putusan perkara kasus pencabulan dengan terdakwa pedangdut Saipul Jamil.
“MA harus memperkuat badan pengawasan dan mengoptimalkan pengawasan melekat untuk konteks pengawasan internal. Sementara khusus untuk hakim, MA perlu memperkuat kerjasama dengan KY,” tutur peneliti PSHK Miko Ginting Sabtu (18/6/2016).
Miko menyebut penangkapan Rohadi semakin menunjukkan integritas penegak hukum masih perlu dibenahi. Dia menilai pimpinan MA harus mengambil langkah proaktif dan tepat mencegah terulangnya kasus semacam itu.
“Penyimpangan ini terjadi karena rapuhnya pengawasan terhadap hakim maupun staf pengadilan. Ditambah lagi banyaknya celah pada tata kelola pengadilan,” tuturnya.
Oleh karena itu, dia menyarankan agar tata kelola pengadilan dibenahi. “Hal itu akan terjadi jika ada komitmen yang kuat dari pimpinan MA,” katanya.
Sebelumnya, KPK melakukan penangkapan terhadap panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara (Jakut) berinisial R. Bersama R, penyidik KPK juga menangkap seorang pengacara yang diduga sebagai pelaku suap.
Suap diduga untuk penanganan perkara kasus pidana asusila terhadap anak dengan terdakwa pedangdut Saipul Jamil.