Eksekusi aset Yayasan Supersemar hingga kini belum dapat dilakukan pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akibat menghadapi sejumlah kendala, salah satunya kekurangan dana.
Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Bambang Setyo Wahyudi mengakui ada sejumlah kendala untuk eksekusi. Satu di antaranya adalah ketiadaan biaya. Juru sita dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memberikan seluruh rincian aset Supersemar yang siap dieksekusi saat ini.
“Estimasinya dibutuhkan biaya sebesar Rp 2,5 miliar untuk mengeksekusi sita aset itu, tapi tak ada dana yang dipegang Jamdatun,” ungkap Bambang
Permintaan biaya ke pemerintah diperbolehkan karena Kejagung merupakan jaksa pengacara negara (JPN) dalam perkara Supersemar.
Kejaksaan Agung nantinya akan menjelaskan soal hambatan ini ke Kementerian Keuangan sebagai pihak yang berkapasitas memberikan dana. Selanjutnya PN Jaksel akan menggunakan uang itu untuk biaya eksekusi putusan.
Selain meminta ke Kementerian Keuangan, opsi lainnya yaitu dengan mengajukan biaya eksekusi tersebut dalam pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016.
Eksekusi sedianya dilakukan pada 28 Januari 2016. Namun, berkas asetnya bolak-balik antara Kejagung dan PN Jaksel karena daftar asetnya yang belum tercatat lengkap.
Yayasan Supersemar diwajibkan membayar kepada negara sebagaimana putusan Mahkamah Agung (MA) sebesar Rp 4,4 triliun.
Daftar aset yang semestinya disita antara lain 113 rekening berupa deposito dan giro, dua bidang tanah seluas 16.000 meter persegi di Jakarta dan Bogor, serta enam unit kendaraan roda empat.
Kasus ini bermula saat Kejaksaan Agung mengugat Soeharto (tergugat I) danYayasan Supersemar (tergugat II) pada tahun 2007 secara perdata. Gugatan dilayangkan atas penyelewengan dana yang semestinya untuk beasiswa namun justru mengalir ka sejumlah perusahaan.
Dalam putusan kasasi yang dijatuhkan oleh Harifin A Tumpa, Rehngena Purba, dan Dirwoto, MA menyatakan bahwa tergugat II harus mengembalikan 75 persen dari total dana yang diterima, yaitu 315 juta dollar Amerika Serikat dan Rp 139 juta.
Angka Rp 139 juta dipermasalahkan oleh Kejagung melalui peninjauan kembali (PK) karena setelah diteliti ternyata hilang tiga angka nol. Angka yang benar adalah Rp 139 miliar.
Pada Agustus 2015, MA mengabulkan PK yang diajukan negara, diwakili kejaksaan. Dengan demikian, Yayasan Supersemar harus membayar 315 juta dollar AS atau setara Rp 4,25 triliun dan ditambah Rp 139 miliar atau semuanya menjadi Rp 4,389 triliun