Mantan Ketua Mahkamah Agung, Harifin A. Tumpa mengatakan salah satu yang akan mempengaruhi hubungan Komisi Yudisial dan MA sebagai dua lembaga negara yang saling berkaitan adalah tafsir terhadap istilah ‘teknis yudisial’. Komisi Yudisial acapkali memeriksa dugaan pelanggaran etika hakim yang dilaporkan setelah hakim memutuskan suatu perkara. Bagi Mahkamah Agung, pemeriksaan putusan hakim sudah masuk ke teknis yudisial yang berpotensi mengganggi independensi hakim.
MA dan KY, kata Harifin, perlu duduk bersama melihat rambu-rambu pengawasan yang bersentuhan dengan teknis yudisial. Kedua lembaga perlu memperjelas parameter dan batasan apa yang dimaksud teknis yudisial. Jika tak ada kejelasan itu, Harifin yakin perdebatan mengenai pengawasan hakim oleh Komisi Yudisial akan berkepanjangan. “Ini akan jadi masalah berkepanjangan karena ukuran (teknis yudisial) tidak jelas,” kata Harifin
Berdasarkan Pasal 24B UUD 1945 Komisi Yudisial mempunya wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Wewenang Komisi Yudisial dijabarkan lebih lanjut dalam UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan perubahannya lewat UU No. 18 Tahun 2011. Dalam prakteknya, Komisi Yudisial sering meminta klarifikasi dari hakim atas suatu laporan yang masuk.
Menyatukan pendapat dan visi kedua lembaga tentang batasan dan ukuran yang disepakati merupakan hal yang harus dilakukan. Apapun kesepakatan kedua lembaga, yang penting jangan sampai mengganggu independensi peradilan.
Mantan Ketua Komisi Yudisial, Suparman Marzuki mengatakan masalah utama Komisi Yudisial bukan pada eksistensi konstitusionalnya, melainkan pada kerangka wewenang dan tugas yang diatur dalam Undang-Undang serta cara pandang lembaga lain. (Baca Juga: Penjelasan Mengapa Advokat Dilarang Merangkap Penerjemah Sumpah)
Anggota Komisi III DPR, M. Nasir Djamil, mengatakan kunci untuk mengoptimalkan wewenang Komisi Yudisial adalah komunikasi dengan pemangku kepentingan lain. Wewenang seleksi calon hakim agung, misalnya, membutuhkan komunikasikan yang intens dengan DPR. Wewenang penegakan kode etik hakim membutuhkan komunikasi yang intens dengan Mahkamah Agung.
Berkaitan dengan komunikasi Komisi Yudisial dengan pemangku kepentingan lain, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyarankan agar komunikasi dibangun sejak awal. Komunikasi akan menumbuhkan saing pengertian dan saling memahami. “Dan yang penting, jangan egosektoral,” kata Nasir.