Perlindungan konsumen merupakan perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebab itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak setiap peraturan yang tidak melindungi kepentingan konsumen dan mendukung industri nasional harus dibatalkan atau dicabut.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi di Jakarta, Rabu (22/2/2017) mengatakan, “Peraturan yang bertentangan dengan kepentingan konsumen tentu saja harus dicabut. Setiap peraturan yang bertentangan dengan UU perlindungan konsumen maka batal demi hukum,”
Ia mengacu pada Permendag Nomor 87/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu dan Permendag Nomor 70/2015 tentang Angka Pengenal Importir yang diduga memicu banjirnya produk kosmetika.
Padahal menurut Tulus, penghilangan verifikasi impor tidak sejalan dengan semangat untuk menggerakkan industri dalam negeri. Selain itu Ia juga menilai, kebijakan ini juga bisa mendorong masuknya produk ilegal yang bisa mengancam kondisi fiskal karena tidak adanya pungutan bea masuk.
Lebih lanjut Ia menuturkan, semua barang impor harus memenuhi semua ketentuan yang diwajibkan pemerintah dan mengikuti peraturan, termasuk produk kosmetika yang sesuai dengan standar BPOM. Namun, apabila terdapat produk kosmetika impor yang tidak sesuai ketentuan berlaku, ia meminta adanya upaya optimal penegakan hukum di setiap pintu masuk pelabuhan.
“Kalau ada barang impor yang tidak memenuhi standar kualitas, artinya itu tentu saja barang ilegal yang diselundupkan oleh importir. Jika ada kasus seperti itu, harus ada penegakan hukum,” katanya.
Lebih lanjut ia menegaskan setiap produk obat maupun kosmetika yang masuk harus diteliti, terutama terkait standar sisi kandungan dan efek samping, manfaat, tanggal kedaluwarsa maupun penggunaan Bahasa Indonesia.
Untuk itu, dirinya menekankan pentingnya penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk semua barang termasuk produk impor, yang saat ini masih bersifat sukarela. “Tentu idealnya semua wajib SNI, cuma sekarang belum dengan alasan memprtimbangkan kepentingan nasional dan apakah semua industri sudah siap atau belum,” Imbuhnya.