Sejumlah tokoh berbicara dalam rangka Dies Natalies ke-92 Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI). Salah satunya Bupati Batang (2012-2017), Jawa Tengah, Yoyok Riyo Sudibyo. Di depan mahasiswa yang memadati auditorium Djokosoetono, Sabtu (22/10), bupati kelahiran April 1972 itu memberikan tips dan motivasi kepemimpinan.
Yoyok mengaku tak menyangka akan menjadi bupati. Ia membina karir militer setelah lulus Akademi Militer, hingga akhirnya berpangkat mayor. Tetapi nasib menentukan lain. Pensiun dini pada 2007 justru memberi jalan lain bagi Yoyok. Ia ikut pilkada dan menang. Setelah terpilih, ia bertekad membawa kabupaten Batang menjadi lebih baik.
Kepemimpinan Yoyok dianggap berhasil, sering dijadikan contoh. Festival anggaran yang ia kembangkan sering dijadikan contoh betapa transparansi mendatangkan hal-hal positif bagi penyelenggaraan pemerintahan. Bersama Tri Rismaharini, Walikota Surabaya, Yoyok mendapatkan Bung Hatta Anti Corruption Award tahun lalu.
Yoyok mengakui terus terang ketika terpilih menjadi bupati, ia tak punya pengetahuan tentang hukum dan peraturan perundang-undangan, tak punya pengalaman di bidang birokrasi. Setelah menjadi bupati pun tak mungkin tahu semua peraturan. “Mustahil bupati baca peraturan semua. Ngerti ilmunya juga gak,” kata bupati yang sudah dua kali datang ke kampus UI Depok itu.
Yoyok percaya jika memegang teguh sumpahnya, kepala daerah akan berada di jalan yang lurus. Apalagi jika dibantu doa ibunya. “Saya sudah bersumpah bukan hanya di depan masyarakat dan Gubernur Jawa Tengah, tetapi juga di hadapan Allah,” ujarnya.
Di depan mahasiswa dan civitas akademika FH UI, Yoyok menyebutkan hal yang ia pegang begitu terpilih menjadi bupati. Keempat hal itu juga bisa menjadi tips bagi mahasiswa FH yang ingin menjadi pemimpin di pemerintahan.
Pertama, terbukalah untuk anggaran karena anggaran itu juga berasal dari rakyat. Yoyok memegang satu janji kepada para pemilihnya: “Saya akan mengumumkan setiap rupiah anggaran pemerintah daerah. Rakyat harus tahu apa yang dikerjakan oleh pemerintah dengan uang rakyat”. Bupati Yoyok dikenal dengan program Festival Anggaran.
Kedua, jangan menjauhi rakyat. Seorang pemimpin harus dekat dengan rakyatnya. Karena itu, rumah dinas bupati harus terbuka 24 jam kepada warga. Bupati Yoyok juga menerapkan itu. “Mulai hari ini rumah dinas bupati adalah rumah rakyat,” kata Yoyok begitu selesai dilantik, seperti ia ungkapkan lagi di kampus FHUI Depok.
Ketiga, menjaga diri dan anggota keluarga dari perbuatan negatif. Prinsip mentang-mentang lagi menjabat harus dijauhkan dari diri seorang pemimpin. Jabatan itu adalah amanah dan tidak akan langgeng. Bupati Yoyok menerapkannya dengan menyuruh pada kepala dinas Satuan Kerja Pemerintahan Daerah (SKPD) untuk menempelkan pengumuman di meja dan belakang kursi kerjanya. Isinya? “Jika ada anggota keluarga saya dan tim sukses saya meminta proyek, harap tidak dilayani”.
Dalam hal proyek pengadaan barang dan jasa, Yoyok meminta SKPD dan pemenang lelang tak pungli, tak korupsi. Para peserta lelang dikumpulkan dan diminta membuat ‘surat iktikad baik’. Yoyok menyampaikan para pemenang lelang bekerja menggunakan uang rakyat, jadi jangan menyakiti hati rakyat Batang.
Keempat, jangan gampang tersinggung jika ada warga yang melaporkan ketidakberhasilan dalam pembangunan. Seorang pemimpin yang baik justru pantas berterima kasih kepada warga yang mau mengawasi jalannya pemerintahan. Itu pula pesan Yoyok kepada warganya. “Tolong awasi saya”, ucapnya.
Sebagai pemimpin, visi Yoyok tak muluk-muluk. Ia percaya jika birokrasi bersih, ekonomi akan bangkit. Selebihnya, tinggal jalankan janji yang diucapkan saat pelantikan. Seorang pemimpin, kata Yoyok, tak melupakan anak buah dan rakyatnya. “Kekuatan luar biasa dari seorang pemimpin adalah melibatkan rakyatnya,” ucapnya.
Mahasiswa FH yang tertarik menjadi kepala daerah atau pemimpin di suatu tempat, bisa mengingat dan menerapkan 4 tips kepemimpinan ala Bupati Batang ini