Gudang Garam menggugat perdata dan mempidanakan bos Gudang Baru, Ali Khosin. Dalam sengketa merek, Mahkamah Agung (MA) menyatakan Gudang Baru bukan penjiplakan Gudang Garam. Tapi dalam kasus pidana, bos Gudang Baru dipenjara karena dinilai menjiplak Gudang Garam.
Putusan perdata Gudang Baru diputus secara bulat oleh majelis kasasi yag terdiri dari hakim agung Prof Dr Valerina JL Kriekhoff dengan anggota hakim agung Soltoni Mohdally dan hakim Abdurrahman. Ketiganya sepakat menyatakan Gudang Baru tidak menjiplak Gudang Garam sebab tidak ada persamaan bentuk, cara penempatan dan persamaan bunyi (similarity in sound) yang dapat memimbulkan adanya kerancuan.
Adapun untuk kasus pidana, majelis PK menolak permohonan PK Ali Khosin sehingga Ali tetap harus menghuni penjara selama 10 bulan. Majelis PK menilai Ali menjiplak merek Gudang Garam. Tapi putusan PK itu tidak bulat, terjadi perpecahan di majelis. Hakim agung Artidjo Alkostar dan hakim agung Sri Murwahyuni menyetujui adanya tindak pidana yang dilakukan Ali sedangkan hakim agung Suhadi menyatakan Ali tidak melakukan penjiplakan dan haruslah dibebaskan.
Berikut delapan isu utama dalam sengketa tersebut sebagaimana dirangkum detikcom dari putusan MA, Minggu (17/7/2016):
1. Isu Perdata Vs Pidana
Kata kunci dalam sengketa di atas adalah pertentangan penyelesaian perdata dan penyelesaian pidana. Dalam khazanah akademis, irisan perdata dan pidana sangat tipis. Kapan sebuah kasus masuk perdata, kapan masuk pidana atau masuk dua-duanya.
Dalam perkara Gudang Garam vs Gudang Baru, majelis pidana terbelah. Artidjo Alkostar-Sri Murwahyuni menilai putusan pidana merek bisa berbeda dengan kasus perdatanya. Adapun Suhadi sebaliknya yaitu dalam kasus merek, pidana adalah hukum sekunder. Pokok perkara merek harus lah diselesaikan terlebih dahulu. Jika tidak ada masalah merek (menurut kacamata perdata) maka tidak ada masalah pidana.
“Perbuatan pemohon PK (Ali Khosin) bukanlah suatu tindak pidana,” ucap Suhadi.
2. Isu Persamaan Merek
Domain yang bisa menafsirkan persamaan antara satu merek dengan merek lain, adalah domain pengadilan niaga. Dalam kasus a quo, pengadilan niaga pada tingkat kasasi menyatakan tidak ada persamaan antara dua merek itu. Tapi versi Artidjo Alkostar-Sri Murwahyuni sebaliknya.
“Gudang Baru memiliki persamaan pada pokoknya dalam bentuk, cara penempatan dan susunan warna dengan merek Gudang Garam untuk barang sejenis, sedang letak perbedannya adalah pada bunyi,” ujar Artidjo Alkostar-Sri Murwahyuni.
Namun Suhadi menilai sebaliknya yaitu berdasarkan putusan perdata, Gudang Baru tidak menyerupai Gudang Garam.
“Dengan demikian, pemohon PK dengan segala produknya harus dilindungi hukum,” ujar Suhadi.
3. Isu Pendaftaran
Ternyata, sengketa merek tidak hanya melulu masalah persamaan merek. Tapi juga pendaftaran. Gudang Baru sudah mendaftar dan diakui negara pada 2005. Jadi selama belum ada gugatan keberatan, maka merek itu sah.
4. Isu Tenggat Waktu Keberatan
Gudang Garam baru mengajukan keberatan pada 2011, atau enam tahun sejak Gudang Garam diakui.
“Gudang Garam mengadukan perbuatan Gudang Baru pada 2011 karena baru tahu ada Gudang Baru pada tahun 2010 sehingga belum kedaluwarsa,” ujar Artidjo Alkostar-Sri Murwahyuni.
5. Isu Kedaluwarsa
Gudang Baru secara de facto produksi 1993 dan secara de jure diakui negara pada 2005 dan digugat pada 2011. Padahal dalam hukum pidana, terdapat kedaluwarsa penuntutan.
“Menurut pasal 78 ayat 3e KUHP, hak menuntut hukum gugur karena lewat waktu sesudah 12 tahun dari kejahatan yang terancam hukuman penjara sementara lebih dari 3 tahun,” ucap Suhadi.
6. Isu Itikad Baik
Gudang Garam yang menggugat setelah 18 tahun pesaingnya beredar, menunjukkan pertanyaan, itikad apa yang dimiliki Gudang Garam? Pihak Ali lewat pengacaranya Yusril Ihza Mahendra menyatakan ada itikad persaingan tidak sehat dalam kasus itu.
7. Isu Retroaktif
Gudang Baru dituduh menjiplak pada 1993 dan baru dipermasalahkan pada 2011. Sementara UU yang dipakai tahun 2001.
“Waktu tindak pidana itu dilakukan menurut versi dakwaan jaksa sekitar tahun 1993 sampai dengan Juli 2011. Dengan demikian, tindak pidana yang terjadi sekitar tahun 1993 tidak dapat diperlakukan UU Merek yang terbit pada tahun 2001 (tidak boleh berlaku surut),” ujar Suhadi.
8. Isu Novum
Apakah putusan perdata yang muncul setelah putusan pidana, bisa dijadikan novum untuk PK Pidana? Artidjo Alkostar-Sri Murwahyuni bilang bukan novum, Suhadi bilang novum.
Dari delapan isu utama di atas, ternyata sengketa merek tidak hanya berkutat pada isu persamaan merek tetapi juga syarat prosedural hingga KUHAP.