Hukuman non palu selama satu tahun menjadi sanksi yang diusulkan Komisi Yudisial (KY) bagi ketua Pengadilan Negeri Palangkaraya Hakim Parlas Nababan. Hal ini disampaikan juru bicara KY Farid Wajdi, di Jakarta, Senin (26/9).
“KY mengusulkan sanksi bagi yang bersangkutan hukuman nonpalu satu tahun,” ujar Farid.
Hakim Parlas terbukti melanggar kode etik pedoman dan perilaku hakim saat menjadi Wakil Ketua PN Palembang. Farid mengungkapkan bahwa usulan sanksi tersebut diputuskan dalam rapat pleno KY pada tanggal 26 Juli 2016.
“Salinan putusan telah disampaikan kepada Mahkamah Agung (MA), cuma belum ada jawaban,” ujar Farid.
Kemudian, Farid mengatakan bahwa menurut ketentuan MA seharusnya menjatuhkan sanksi terhadap hakim yang terbukti melanggar KEPPH dalam waktu paling lama hari terhitung sejak tanggal usulan diterima. (Baca Juga: Usulan Sanksi Untuk Dua Hakim Masih Dikaji Badan Pengawas MA)
“Saat ini Hakim Parlas adalah Ketua Pengadilan Negeri Palangkaraya, tetapi promosi tersebut dilakukan sebelum putusan KY diusulkan kepada MA,” ujar Farid.
Parlas Nababan sendiri adalah ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap PT Bumi Mekar Hijau (BMH) senilai Rp7,8 triliun, di Pengadilan Negeri Palembang. Dalam putusannya, majelis hakim menolak gugatan KLHK tersebut. Majelis menilai penggugat tidak bisa membuktikan adanya perbuatan melawan hukum dan unsur kerugian.
Hakim Parlas mengatakan, selain menolak gugatan, KLHK selaku penggugat juga diwajibkan membayar biaya perkara sebesar Rp10.521.000. Putusan tersebut dibacakan dalam sidang terbuka yang dihadiri kedua belah pihak, organisasi penggiat lingkungan dan awak media di Palembang pada 30 Desember 2015.
Parlas membacakan hal-hal yang menjadi pertimbangan sebelum memutus. Di antaranya, adanya ketersediaan peralatan pengendalian kebakaran, lahan yang terbakar masih dapat ditanami lagi, pekerjaan penanaman diserahkan ke pihak ketiga, adanya pelaporan secara reguler dan diketahui tidak ada laporan kerusakan lahan di Dinas Kehutanan Ogan Komering Ilir (OKI)
Atas dasar itu, majelis menyatakan tidak ada hubungan kausal antara kesalahan dengan kerugian. Dari hasil laboratorium diketahui tidak ada indikasi tanaman rusak karena setelah terbakar, tanaman akasia masih dapat tumbuh dengan baik. Kemudian, pihak penggugat juga tidak dapat membuktikan adanya kerugian ekologi, seperti adanya perhitungan kehilangan unsur hara, kehilangan keanekaragaman hayati,sehingga tidak dapat dibuktikan perbuatan melawan hukumnya.
Selain itu, majelis juga menilai justru PT BMH yang mengalami kerugian sehingga menolak gugatan perdata KLHK senilai Rp7,8 trilun.Parlas mengatakan, berdasarkan fakta, keterangan saksi dan ahli diketahui bahwa pihak penggugat (KLHK) tidak dapat membuktikan perhitungan kerugian seperti yang digugatkan melalui hasil laboratorium terakreditasi sesuai peraturan UU.
“Atas pertimbangan itu, majelis hakim menolak gugatan dan membebankan biaya perkara ke pihak penggugat (KLHK),” kata Parlas. seperti yang dilansir hukumonline.com
Putusan ini membuat warga kesal. Kekesalan warga atas putusan majelis hakim diwujudkan dalam bentuk peretasan laman resmi PN Palembang.