Mantan Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata, Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Mahkamah Agung, Andri Tristianto Sutrisna diduga meminta uang suap dari pengacara bernama Asep Ruhiat.
Permintaan uang suap dari Andri terhadap Asep bertujuan agar kliennya yang tengah mengajukan kasasi tidak ditangani Hakim Artijo Alkostar. Untuk memuluskan tindakan itu, Andri dibantu oleh staf panitera muda pidana khusus MA, Kosidah.
Khosidah membenarkan bahwa dia pernah diminta oleh Andri untuk melakukan hal itu. Yakni agar perkara yang pengacaranya Asep tidak ditangani oleh Hakim Artijo.
“Benar yang mulia, Pak Andri minta berkas itu jangan ke Pak Artidjo, karena pada takut yang mulia,” ujar Kosidah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (21/7/2016).
Bahkan, lanjut Khosidah, Andri meminta beberapa perkara yang ingin diurusnya, tidak ditangani Hakim Artijo. Seperti, kasus yang ada di Bengkulu dan Tasikmalaya.
Menanggapi hal itu, Hakim bertanya pada Khosidah apakah dirinya mampu berbuat seperti yang diminta Andri. Khosidah pun menjawab bukan wewenangnya. Menurut dia, Majelis Hakim hanya ditentukan oleh masing-masing Ketua Kamar.
“Bukan tugas saya, jadi saya hanya cek saja, mudah-mudahan tidak ke Pak Artidjo, karena biasanya putusannya suka nambah,” kata Kosidah.
Salah satu pengacara yang dimintai uang oleh Andri adalah, Asep Ruhiat, yang menangani banyak perkara di Mahkamah Agung. Asep mengaku bahwa ia pernah meminta tolong kepada Andri, agar memonitor perkara pidana di MA.
Perkara yang dimaksud yakni, peninjauan kembali perkara korupsi dengan terdakwa H Zakri. Dalam tingkat kasasi, terdakwa diputus oleh Hakim Artidjo Alkostar dengan pidana 8 tahun penjara.
Asep meminta agar yang memeriksa pengajuan PK tidak lagi Hakim Artidjo. Untuk itu, Andri meminta uang Rp75 juta. Menurut Andri, harga tersebut lebih murah, karena biasanya pengkondisian Hakim Agung membutuhkan biaya sebesar Rp100 juta.
Dalam dakwaan, Andri menerima duit sejumlah Rp500 juta dari pengacara Asep Ruhiat dan pihak lain yang tengah berperkara di MA. Pada 1 Oktober 2015 Andri dan Asep bertemu di Summarecon Mal Serpong, dalam pertemuan, Asep meminta Andri memantau perkembangan perkara TUN dan Pidsus yang tengah ditangani.
“Pada pertemuan tersebut Terdakwa menerima uang sebesar Rp300 juta,” beber Jaksa Fitroh, saat membacakan dakwaan, Kamis (23/6/2016).
Selanjutnya pada bulan November keduanya bertemu lagi. Dalam pertemuan kedua Andri mendapat duit Rp150 juta.
Tak cuma itu, Andri kata Jaksa Fitro juga menerima duit sejumlah Rp50 juta dari pihak lain terkait penanganan perkara pada tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali.
“Bahwa sejak menerima uang dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp500 juta tersebut, terdakwa tidak melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi sampai dengan batas waktu 30 hari,” beber Jaksa Fitroh.
Andri kata Jaksa Fitroh bahkan menyimpan uangnya dalam tas koper dan disimpan dalam kamar tidur. KPK menemukam duit ratusan juta itu saat operasi tangkap tangan pada 12 Februari 2016.
Terkait perbuatannya, Andri didakwa melanggar Pasal 12 b UU RI nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tenyang perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam dakwaan kedua.