Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, Janner Purba, dan Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Bengkulu, Toton akan mendapat komitmen fee senilaiĀ Rp 1 milyar jika memutus bebas terdakwa Safri Syafii dan Edy Satroni.
“Komitmen fee senilai Rp 1 milyar,” kata Yuyuk Andriati, Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Plh Kabiro Humas) KPK, saat dikonfirmasi, Selasa (31/5).
Dari total commitment fee tersebut, Janner dan Toton diduga baru menerima uang Rp 650 juta. Uang sebanyak Rp 500 juta diberikan Edy kepada Janner pada 17 Mei lalu. Sementara sebesar Rp 150 juta diterima Janner dari Safri Safei di sekitar PN Kepahiang pada Senin (23/5) yang berujung pada operasi tangkap tangan (OTT) oleh Tim Satgas KPK.
Uang suap itu diduga diberikan kepada Janner dan Toton agar Edi dan Safri mendapat vonis bebas dari perkara korupsi honor dewan pembina RS M Yunus yang putusannya dijadwalkan dibacakan di Pengadilan Tipikor Bengkulu pada Selasa (24/5). Persidangan perkara itu dipimpin Janner sebagai Ketua Majelis Hakim, dengan anggota Majelis Hakim, Toton dan Siti Insirah.
Namun Yuyuk tak menjelaskan apakah ada pihak lain yang ditengarai turut menerima uang suap. Menurutnya, hal tersebut akan terungkap di persidangan nanti. “Nanti akan jelas kalau perkara ini sudah dibuka di pengadilan yah,” ujarnya.
Seperti diketahui, KPK melakukan OTT terhadap Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Janner Purba, Hakim ad hoc di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu, Toton, Panitera pengganti PN Bengkulu, Badarudin Bacshin, mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RS M Yunus, Edi Santoni serta mantan Kabag Keuangan RS M Yunus, Bengkulu, Safri Safei sehari jelang majelis hakim membacakan vonis terdakwa Safri dan Edy.
Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan 5 orang tersangka, yakni Janner Purba, Kepala Pengadilan Negeri Kepahiang dan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu. Toton selaku Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Bengkulu, dan Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy selaku Panitera Pengadilan Negeri Bengkulu.
Mereka berlima pun kini sudah ditetapkan sebagai tersangka. Janner, Toton dan Badarudin disangka sebagai penerima suap. Sementara itu, Edi dan Safri selaku terdakwa perkara korupsi yang terjadi di RS M Yunus itu disangka sebagai pemberi. Uang yang diberikan keduanya sebesar Rp650 juta.
KPK menyangka Safri dan Edi sebagai pemberi suap kepada Hakim Janner dan Toton untuk mempengaruhi putusan kasus honor dewan pembina RSUD Bengkulu yang menjerat mereka. Atas perbutan itu, KPK menyangka Safri dan Edi melanggar Pasal 6 Ayat (1) atau Pasal 6 Ayat (1) huruf a atau b dan atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagai diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sebagai penerima suap, JP (Janner Purba) dan T (Toton) disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau c atau Pasal 6 Ayat 2 atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jucto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jucto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan untuk tersangka Badaruddin, penyidik KPK menyangkanya melanggar Pasal Pasal 12 huruf a, atau b atau c atau Pasal 6 Ayat (2) atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaiman diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jucto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.