Penguatan peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendapat dukungan penuh dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Penguatan KPPU diharapkan bisa meminimalisasi monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia. Penguatan KPPU menjadi salah satu isu sentral dalam revisi UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli).
Ketua Umum HIPMI Bahlil Lahadia dalam sebuah diskusi di Jakarta, mengatakan selama ini KPPU terkesan bak macan ompong sebagai otoritas persaingan usaha. Meskipun sudah menemukan praktik monopoli dan menghukum pelaku, KPPU tetap tak bisa melakukan penindakan. “Tidak bisa menindak apa-apa,” kata Bahlil.
Kewenangan yang sejauh ini dimiliki KPPU belum mampu mengatasi secara optimal praktik usaha yang tidak sehat. Ia menduga praktik usaha tidak sehat masih banyak dilakukan di berbagai daerah. Prakti inilah yang menyebabkan usaha-usaha kecil menengah sulit berkembang.
Atas dasar itu, Bahlil menilai KPPU layak untuk diberikan kewenangan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPPU perlu diperkuat dengan kewenangan penindakan. Bahkan KPPU akan lebih kuat lagi jika diberikan kewenangan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan.
Dalam UU No. 5 Tahun 1999, KPPU hanya diberikan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang terbukti melanggar. Wewenang ini tercantum dalam Pasal 36 ayat (8) UU Antimonopoli.
Diakui Bahlil, secara vertical usaha-usaha besar menguasai praktik usaha hulu hingga hilir. Kondisi ini menyebabkan tidak adanya ruang bagi usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM) untuk berpartisipasi. Bahkan, sebagian konglomerasi di Indonesia melakukan praktik ini.
“Misalnya banyak ritel modern saat ini mulai dari bertani, distribusi, sampai jualan, dia semua yang kerjakan. Penguasaan rantai pasok dari A sampai Z membuat UMKM sulit masuk dalam ekosistem bisnisnya,” jelas Bahlil.
Ini jauh berbeda dari industri dan usaha besar di Jepang dan negara-negara maju. Di sejumlah negara industry sangat ditopang UMKM yang ikut memasok dan menjadi mata rantai usaha di Negara-negara tersebut. Sementara di Indonesia, konglomerasi dan industri dikuasai dari A-Z.
Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan untuk memperkuat regulasi, KPPU memiliki competition cheklist atau daftar periksa persaingan. Daftar ini diharapkan dapat diperkuat dengan menerbitkan payung hukum yakni Perpres. Selain itu, seluruh regulasi yang jadi constrain munculnya pengusaha muda sebaiknya dihapuskan. “Memang kami kira perlu ada regulatory review baik UU, Perpes, Permen maupun Pergub harus di-review,” ungkap Syarkawi.
Dalam revisi UU Antimonopoli, KPPU mengusulkan lima fokus perubahan untuk pemberantasan kartel. Salah satunya pre-notifikasi untuk melaksanakan merger atau akuisisi. Saat ini draft RUU tersebut sudah masuk ke Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Anggota Komisi VI DPR, Eka Sastra membenarkan revisi UU Antimonopoli menjadi salah satu fokus yang akan dibahas parlemen. Komisi VI DPR sudah membentuk Panitia Kerja RUU AntiMonopoli.
Menurut Eka, ada lima poin perubahan. Pertama, KPPU dapat melakukan penggeledahan dan penyitaan. Kedua, keputusan KPPU bersifat final dna mengikat. Ketiga, formula denda menjadi 30 persen dari penjualan. Keempat, KPPU memiliki kewenangan untuk menindak pelaku usaha di luar negeri. Kelima, perubahan rezim notifikasi dan merger dan akuisisi.
“Draf ini sudah masuk ke Baleg. Revisi ini jadi salah satu fokus Komisi VI. Dan akan dikaitkan dengan perlindungan konsumen,” pungkasnya.