Pembahasan mengenai revisi Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Perpajakan Bagi Industri Hulu Migas masih berlangsung alot antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Kementerian Keuangan.
Kedua kementerian ini masih belum sepakat mengenai masa transisi yang akan diberlakukan dalam revisi PP 79.
Menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, pertimbangan pemerintah untuk memberlakukan masa transisi dikaji mulai dari terbitnya Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) 79, hingga nantinya terbit revisi PP 79 pada tahun 2017. Kementerian ESDM ingin revisi PP 79 hanya berlaku untuk kontrak yang baru.
“Kementerian ESDM inginnya kontrak yang ada dihormati, tidak berlaku mundur,” ujar Wiratmaja, Selasa (20/12).
Untuk itu, Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan akan kembali melakukan rapat kordinasi (Rakor) di Kementrian Kordinator Perekonomian untuk membahas hal tersebut pada Selasa (20/12) sore. “Semoga nanti sore finalnya,” ucap Wiratmaja.
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, beberapa poin-poin dalam revisi PP 79 telah disepakati oleh pemangku kepentingan. Poin-poin tersebut diantaranya tidak mengatur assume and discharge, namun akan diberikan fasilitas fiskal dan non fiskal yang setara dengan assume and discharge. Poin kesepakatan lainnya adalah prinsip sharing the pain and sharing the gain, penyelesaian dispute perpajakan, dan kepastian hukum terhadap KKS existing.
Poin-poin kesepakatan tersebut akan dimasukan ke dalam insentif kegiatan usaha hulu migas insentif perpajakan dan insentif PNBP, besaran bagi hasil yang dinamis (sliding scale split), perubahan terhadap biaya-biaya yang dapat di-cost recovery, audit secara bersama, dan penegasan pada ketentuan peralihan.