PT Freeport Indonesia berencana melakukan divestasi melalui pelepasan saham ke pasar modal (IPO/Initial Public Offering). Hal ini terkait tak adanya kesepakatan negosiasi harga divestasi Freeport ke pemerintah.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Bambang Gatot Ariyono mengatakan saat ini ESDM masih merumuskan aturan terkait divestasi saham di pasar modal dan diharapkan dapat selesai tahun ini.
“Tapi kita belum bisa memastikan hal tersebut dimungkinkan karena belum diatur secara jelas dalam Undang-Undang. Intinya aturan positifnya sedang digodok,” jelas Bambang di kantor Kementerian ESDM, Jumat (25/11).
Bambang juga mengatakan aturan itu nanti dirancang dan dimasukkan dalam revisi UU Minerba. Divestasi saham melalui pasar modal memang dimungkinkan, namun masih menunggu aturan dari pemerintah.
“Enggak tahu nanti peraturannya bentuknya apa, apakah UU atau Permen,” katanya.
Selain itu, PT Newmont Nusa Tenggara juga berencana melakukan divestasi ke pasar modal. “Kalau Newmont mau dijual lagi, atau IPO ya terserah,” ujarnya.
Seperti diberitakan negosiasi antara Pemerintah dan Pihak PTFI masih belum mencapai titik temu. Pemerintah meminta Freeport menghitung nilai divestasi saham mengacu pada skema replacement cost. Skema tersebut mengacu pada biaya penggantian atas kumulatif investasi yang dikeluarkan sejak tahap eksplorasi sampai dengan tahun kewajiban divestasi.
Kemudian, Freeport menawarkan 10,64 persen saham perusahaan dengan nilai USD 1,7 miliar. Angka tersebut dinilai tidak mengacu pada replacement cost, maka valuasi harga saham yang ditawarkan untuk 10,64 persen saham itu sekitar USD 630 juta.
Hal itu juga telah tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2013 tentang Tata Cara dan Penetapan Harga Divestasi Saham Pertambangan dan Batu Bara (Minerba) yang diatur melalui skema replacement cost.