Guna meredam gejolak harga di pasar, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) Perdagangan Nomor 63 Tahun 2016 soal Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen per tanggal 9 September 2016. Saat ini tengah dilakukan evaluasi mengenai implementasi dari kebijakan tersebut.
Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kemendag Oke Nurwan mengatakan, pemerintah akan mengeluarkan dua aturan lainnya, yakni tentang distributor bahan pokok dan pendaftaran gudang stok bahan pokok yang dimiliki oleh pedagang besar. Tambahan dua peraturan ini dilakukan agar implementasi dari penerapan harga acuan bisa berjalan efektif.
“Setelah revisi Permen harga acuan, akan diikuti dengan Peraturan Menteri Perdagangan tentang pendaftaran distributor. Karena harga acuan menjadi tidak efektif ketika pemerintah tidak menguasai stok. Dalam rangka menguasai stok, akan ada lagi pendaftaran gudang. Jadi bukan hanya mendaftarkan, tapi juga akan melakukan pelaporan, supaya bisa mengontrol,” kata Nurwan, Senin (26/12).
Nantinya, distributor akan diperbolehkan melakukan penyimpanan bahan kebutuhan pokok di dalam gudang. Bahan-bahan ini nantinya akan dipakai sebagai ‘senjata’ apabila harga di pasar bergejolak.
Pemerintah juga telah melakukan koordinasi dan kesepakatan kepada para distributor besar skala nasional yang memastikan ketersediaan stok di lapangan aman. Hal ini akan mendukung aturan Menteri Perdagangan yang telah dikeluarkan soal gudang dan pelaku distribusi yang wajib terdaftar untuk bisa mensuplai bahan kebutuhan pokok.
“Yang pasti payung hukumnya untuk pendaftaran distributor akan segera keluar. Sekurang-kurangnya kalau pendaftaran distributor misalnya hanya jadinya cuma satu saja, tidak per komoditas, itu akan ada satu. Lalu untuk gudangnya satu, dan juga harga acuan yang segera diperbarui,” tukas Nurwan.
Oke Nurwan menambahkan, saat ini pemerintah tengah mengevaluasi implementasi dari Permen ini yang berlaku selama 4 bulan terhitung sejak diundangkan, sehingga pada 9 Januari 2017 mendatang diharapkan akan terbit revisi peraturan. Sejauh ini, katanya, komoditas cabai dipastikan akan dihapus dari 7 daftar harga acuan yang telah ditetapkan dalam Permendag Nomor 63 Tahun 2016. Tujuh komoditas yang diatur dalam Permendag tersebut, di antaranya beras, jagung, kedelai, gula, bawang merah, cabai dan daging.
Dia mengatakan komoditas cabai dihapus lantaran harganya yang fluktuatif lebih dipengaruhi oleh faktor cuaca, bukan teknis seperti pemantauan stok dan distribusi di lapangan.Hal ini lah yang juga mendorong pemerintah menghimbau masyarakat agar melakukan budidaya cabai di pekarangan rumahnya guna mengamankan ketersediaan pasokan di masyarakat. Sebab, komoditas ini mudah untuk ditanam di mana saja.
“Cabai sebenarnya harganya sudah mulai turun. Tapi karena kondisinya bukan teknis. Jadi seperti kondisi cuaca. Lagi pula, kalau cabai sebetulnya dia tanaman yang mudah ditanam di masyarakat,” ujarnya.
Oke mengaku akan ada tambahan sekitar empat hingga lima komoditas lainnya yang akan diatur selanjutnya. Namun demikian, ia belum bisa menyebutkan karena masih dalam proses evaluasi dengan berbagai pihak terkait.”Sekarang masih tarik ulur. Kalau nggak salah ada empat atau lima yang akan dimasukkan ke acuan,” ungkapnya.
Adapun beberapa evaluasi yang dilakukan di antaranya tingkatan kepentingan suatu komoditas yang akan diatur harganya, lalu bagaimana penerapannya nanti di lapangan, hingga tingkatan harga yang bakal diatur.
“Jadi evaluasinya itu seperti urgensinya untuk diatur. Terus, kalau diatur nanti implementasinya bagaimana. Jangan sampai diatur-atur, tapi nggak bisa diimplementasikan. Lalu kalau bisa diatur, berapa harganya yang akan diatur. Harga terbawah berapa, teratas berapa. Jadi dilihat harga di tingkat petani supaya tidak rugi berapa, dan eceran supaya konsumen tidak dibebani berapa,” pungkasnya.