Draf rancangan Undang-Undang (RUU) tentang pembatasan transaksi uang tunai telah selesai dibahas dalam tingkat kementrian. Selanjutnya RUU tersebut akan didorong agar masuk dalam prioritas Prolegnas 2016 di DPR.
“Sudah selesai di kementerian, nanti dikirim ke Presiden, kita baca ulang, lalu akan dikirim ke parlemen,” ujarnya di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (25/7). Ujar Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Muhammad Yusuf
Menurut Yusuf, dalam draf RUU itu, ditentukan batas maksimal transaksi tunai sebesar Rp 100 juta, baik dalam mata uang rupiah maupun valas. Namun, batas maksimal tersebut bisa lebih tinggi atau lebih rendah apabila nanti disahkan menjadi undang-undang oleh DPR.
Yusuf mengatakan, perangkat hukum yang membatasi transaksi uang tunai penting dibuat untuk mencegah korupsi. Sebab, berdasarkan pengamatan PPATK, banyak kasus suap yang menggunakan uang tunai dibanding transfer bank. Sebab, transaksi dengan uang tunai relatif lebih sulit terlacak dibanding transaksi perbankan.
Dia berharap, proses pembahasan RUU pada tingkat pemerintah akan selesai pada 2016. Dengan adanya undang-undang mengenai transaksi keuangan pada kemudian hari, hal itu diharapkan dapat mengurangi sarana bagi penyuap, pemeras, dan penerima gratifikasi.
Keuntungan lain jika negara memiliki UU pembatasan transaksi tunai, yakni ada anggaran yang bisa dihemat. Tidak perlu mencetak banyak uang, sehingga impor bahan baku pembuatan uang kertas pun berkurang.
“Kalau keuntungan yang akan dirasakan PPATK, tentu akan memudahkan kita melacak transaksi keuangan,” ujar Yusuf.
Transaksi nontunai
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan, Hamid Ponco Wibowo, meminta perbankan menggencarkan transaksi nontunai di masyarakat. Caranya, dengan mengeluarkan produk berbasis teknologi komunikasi.
“Pengaruh teknologi komunikasi (telepon seluler) sudah sangat marak sampai ke daerah terpencil. Jumlah penggunanya mencapai 270 juta jiwa atau melebihi jumlah penduduk. Ini peluang untuk mendorong transaksi nontunai,” kata dia.
Penggunaan transaksi nontunai sangat mungkin untuk terus ditingkatkan, karena penetrasi pengguna internet di Indonesia terus meningkat. Salah satunya dengan menjalin kerja sama dengan instansi pemerintah untuk membuat layanan kerja sama pembayaran pajak dan retribusi secara elektronik.
Kerja sama yang dilakukan Pemkot Palembang dan BRI dalam e-retribusi pasar ini perlu diperluas. Kalau bisa, tambah Hamid, BRI menjalin kerja sama dengan seluruh pemerintah kabupaten/kota.
Ia melanjutkan, pengurangan transaksi tunai ini sangat penting mengingat pembuatan uang kertas membutuhkan dana yang besar. Apalagi, dalam beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan kebutuhan uang tunai seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang ada di masyarakat.
“Jika tidak diupayakan untuk ditekan, maka APBN akan tergerus terus karena harus membiayai pencetakan uang, padahal alokasi dana tersebut dapat digunakan untuk yang lain, seperti pembangunan infrastruktur, perbaikan sekolah rusak, hingga peningkatan kesehatan ibu dan anak,” ujar dia.