Peraturan pemerintah Pengganti Perundangan-Undangan (Perppu) No.1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak mendapat persetujuan dalam rapat paripurna DPR, Rabu (12/10) meskipun sempat menuai perdebatan.
Pasalnya, dua fraksi menolak Perppu tersebut, yakni Gerindra dan PKS. Alasan penolakan PKS diutarakan anggota Komisi VIII dari FPKS, Ledia Hanifa Amaliah mengatakan terkait pemberatan hukuman berupa kebiri bukan satu-satunya jalan keluar.
Sebab sumber persoalan kekerasan terhadap anak tidak selalu disebabkan faktor libido. Namun juga aspek psikis. Dengan begitu, PKS menilai pemberatan hukuman berupa kebiri bukan sanksi hukuman yang tepat. “Jadi kebiri bukan sanksi yang tepat,” ujarnya.
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini menambahkan partai tempatnya concern terhadap perlindungan perempuan dan anak. Oleh sebab itu regulasi tersebut mesti implementatif dalam melindungi perempuan dan anak. Ia tak ingin perlindungan melalui Perppu hanya berupa pencitraan semata. Ia pun memberikan catatan bila fraksinya memberi persetujuan dengan catatan. Pertama, ketika Perppu disahkan menjadi UU, maka UU teranyar itu mesti langsung dilakukan revisi dan komprehensif.
“Kami bisa menyetujui untuk melengkapi kekurangan-kekurangan yang masih ada,” ujarnya.
Anggota Komisi VIII dari Fraksi Gerindra Rahayu Saraswati Dhirakarya Djojohadikusumo tegas mengatakan fraksinya menolak Perppu tersebut disahkan menjadi UU. Berdasarkan masukan dari para dokter yang menyambangi ke fraksinya, mengadukan pemberatan sanksi hukuman kebiri terhadap pelaku
Kajian pemerintah sangat bagus. Namun memberikan harapan kosong bagi anak-anak Indonesia. Sebab solusi yang ditawarkan dalam Perppu No.1 Tahun 2016 dipandang tidak efektif. Meski pimpinan rapat paripurna akhirnya mengetuk palu sudang persetujuan terhadap Perppu tersebt menjadi UU, Gerindra tetep keukekuh menolak.
“Gerindra menyatakan menolak Perppu No.1 Tahun 2016 disahkan menjadi UU,” ujarnya.
Pimpinan rapat Agus Hermanto setelah melakukan lobi terhadap dua fraksi partai itu akhirnya mengetuk palu persetujuan setelah menanyakan kepada seluruh fraksi partai. Hasilnya, mayoritas fraksi partai memberikan persetujuan. Sementara Gerindra tetap menolak, PKS pun memberi persetujuan dengan catatan.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise mengatakan banyaknya kasus kekerasan anak terjadi di lingkungan. Ironisnya, pelaku merupakan orang maupun kalangan terdekat anak. Bahkan dilakukan di luar batas kemanusiaan. Penyebabnya, akibat pesatnya arus informasi dan dampak negative dari pekembangan teknologi.
Berdasarkan hal tersebut, pemerintah pun mengambil kebijakan dengan menerbitkan pemberatan sanksi hukuman terhadap pelaku kejahatann terhadap anak. Meski sudah ada regulasi, namun dipandang penjatuhan hukuman belum maksimal. (Baca Juga: Konsultan Hukum Pasar Modal akan Bantu Penanganan Krisis Keuangan)
“Maka itu pemerintah menerbitkan Perppu dengan menambah pidana pokok mati dan seumur hidup, penghukuman pelaku pidana dan kebiri,” katanya.
Ia berharap dengan Perppu disahkan menjadi UU dapat memberikan perlindungan terhadap anak. Bahkan menimbulkan efek jera bagi para pelaku seksual terhadap anak. Dengan begitu dapat menciptakan ketenangan di tengah masyarakat, tanpa harus khawatir dengan perkembangan anak di lingkungan akan ancaman predator anak.