Dirjen Bina Konstruksi Kementerian Keuangan Yusid Toyib menjelaskan sektor konstruksi di Indonesia menghadapi kendala. Salah satunya ketersediaan pekerja konstruksi yang berkualitas yang bisa berakibat pada rendahnya daya saing konstruksi.
“Sertifikasi tenaga kerja konstruksi adalah kunci jawaban untuk meningkatkan daya saing sektor konstruksi. Untuk itulah saya mengajak rekan-rekan Unit Organisasi di Kementerian PUPR terutama PPK dan Satker agar turut serta mengawasi agar dalam setiap pekerjaan proyek konstruksi menggunakan tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat”, katanya, Jumat (20/1/2017).
Menurutnya sertifikasi kompetensi bagi pekerja konstruksi adalah penting. Alasannya adalah pertama, bersertifikat bagian dari kewajiban atau mandat Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri PUPR maupun dalam Kontrak Kerja.
Terlebih dengan disetujuinya Undang-Undang Jasa Konstruksi yang baru pada 15 Desember 2016 oleh DPR RI di mana salah satunya memuat kewajiban menggunakan tenaga kerja bersertifikat yang harus tertuang dalam kontrak kerja dan sanksi bagi Pengguna/Penyedia Jasa yang tidak mempekerjakan tenaga kerja konstruksi bersertifikat.
Kedua, dengan bersertifikat, maka akan memberikan manfaat bagi banyak pihak. Di antaranya sertifikat sebagai Quality Assurance bagi Pengguna dan Penyedia Jasa. Sertifikat juga sebagai bukti kompetensi dan perlindungan profesi serta jaminan keamanan dan lingkungan bagi masyarakat dan Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja konstruksi sendiri.
“Namun kembali saya ingatkan bahwa tujuan bersertifikat jangan sampai didefinisikan sebagai sumber ekonomi bagi lembaga sertifikasi atau sekedar untuk pemenuhan syarat lelang,” katanya.
Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR mencatat realisasi target sasaran tenaga kerja bersertifikat di tahun 2015-2016 mencapai 437 ribu orang bersertifikat. Angka ini naik 194 ribu orang dari tahun sebelumnya atau 94% dari rencana. Hal ini bisa tercapai dengan kerja keras yang telah dilakukan serta peran aktif stakeholder lainnya.
(Baca Juga: PP Nomor 72/2016 Dikhawatirkan Hilangkan Hak Pengawasan DPR)