Pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) No.14 Tahun 2001 tentang Paten rampung setelah satu tahun berjalan. DPR dan pemerintah resmi memberikan persetujuan terhadap pengesahan RUU Paten menjadi UU dalam sidang paripurna, Kamis (28/7).
RUU Paten merupakan usul inisiatif pemerintah yang masuk Proleglanas prioritas 2015. Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Paten John Kenedy Aziz dalam laporan akhirnya mengatakan perkembangan teknologi memberikan pengaruh besar dalam pertumbuhan dan perkembangan ekonomi antara lain di bidang perindustrian, kimia, teknologi informasi dan pertanian.
Memasuki era perdagangan bebas berdampak pada hak kekayaan intelektual, khususnya paten produk. Oleh sebab itu, perkembangan globalisasi mengharuskan Indonesia mengembangkan teknologi. Implementasinya, pembangunan sistem hukum khususnya paten skala nasional dan internasional. Melalui UU Paten, setidaknya dapat melindungi dan mencegah eksploitasi produk hasil karya orang lain tanpa izin.
“Secara paten, membantu inovasi disektor teknologi keunggulan kompetitif. Untuk perkembangan teknologi harus ada sistem memberikan perlindungan kepada paten para inventor,” ujarnya.
Meski Indonesia telah memiliki UU No.14 Tahun 2001 tentang Paten, namun UU itu dinilai masih memiliki kekurangan. Makanya, UU Paten teranyar mengatur beberapa hal.
Pertama, pemegang paten berkewajiban membuat produk di dalam wilayah Indonesia. Selain itu, pembuatan produk mesti menunjang transfer teknologi, penyerapan investasi, dan penyediaan lapangan pekerjaan.
Kedua, pengaturan benefit terhadap pemegang paten atau penerima lisensi paten wajib membayar biaya tahunan.
Ketiga, tidak diakuinya hak paten yang melebihi batas waktu selama 20 tahun. Sedangkan waktu mulai dan berakhirnya paten dicatat dan diumumkan melalui media elektronik maupun non elektronik.
Keempat, mengatur tata cara permohonan paten.
Kelima, mengatur tentang komisi banding dan permohonan banding. Kelima, selain mengatur aturan sanksi pidana juga mengatur gugatan ke pengadilan niaga setelah mendapat penolakan dari komisi banding.
Keenam, terkait dengan lisensi wajib untuk melaksanakan paten diberikan berdasarkan keputusan menteri atas dasar permohonan. Pemberian lisensi wajib terkait dengan jangka waktu yang berujung pemberian atau penolakan.
Ketujuh, dibuka peluang pemilik paten yang tidak bersepakat dengan besaran imbalan yang diberikan pemerintah dapat mengajukan gugatan ke pengadilan niaga. Delapan, penghapusan paten. Sembilan, penerapan pembagian royalty. Sepuluh, penyelesaian sengketa.
Politisi Partai Golkar itu dalam paparannya mengatakan, UU Paten terbaru memberikan perlindungan hukum yang kuat, sehingga berdampak dukungan terhadap investasi di dalam negeri. Kondisi itu diharapkan dapat meningkatkan paten terhadap produk yang didaftarkan. Ujungnya, menambah pendapatan negara dari sektor pajak.
“Perlu diketahui, di negara maju sumber daya alam terbatas, maka kekayaan intelektual berkontribusi besar terhadap total pendapatan negaranya,” ujarnya.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H Laoly, mengamini laporan akhir John Kennedy Azis. Menurutnya, perubahan terhadap UU No.14 Tahun 2001 menunjukan keberpihakan dan peran negara tanpa melanggar prinsip internasional. Selain itu, kehadiran UU Paten mewujudkan penguatan teknologi, membangun sistem. Intinya, kata Yasonna, UU Paten mengoptimalisasi kesejahteraan rakyat.
Ia berpandangan UU Paten menjadi instrumen dan payung hukum yang menegaskan tugas dan fungsi Kemenkumham dan Kemenristek sebagai institusi yang memberikan pelayanan publik. UU Paten juga memberikan kewenangan kepemilikan paten bagi institusi pmerintah. “UU Paten menjadi instrumen dan payung hukum,” pungkasnya.