Indonesia memperkuat moratorium konversi lahan gambut untuk perkebunan setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani amandemen moratorium konversi lahan gambut. Hal ini dilakukan dalam rangka mencegah kebakaran hutan dan lahan dan menurunkan emisi karbon di Indonesia.
Presiden Jokowi telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No. 57 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas PP No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut tanggal 1 Desember lalu.
Peraturan baru melarang pembukaan lahan baru atau land clearing pada kawasan gambut. Langkah Indonesia ini disambut oleh Norwegia, yang sebelumnya pada tahun 2010 telah menjanjikan 1 miliar dollar AS untuk membantu negara-negara yang menghentikan penenebangan hutan tropisnya.
Norwegia menyatakan akan menyalurkan 25 juta dollar AS untuk Indonesia guna mendanai pemulihan lahan gambut dan selanjutnya 25 juta dollar AS lagi jika agenda penegakan moratorium dan pemantauannya siap.
Dalam beberapa tahun belakangan, Indonesia membuat komitmen besar dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan melindungi hutan tropisnya, namun deforestasi terus berlanjut.
Dari satu studi dalam jurnal Nature Climate Change memperkirakan, pada tahun 2012 Indonesia telah melakukan pembebasan lahan seluas 840.000 hektar dan angka ini dilihat lebih banyak dari negara-negara lain.
Arief Wijaya, ahli hutan dari World Resources Institute (WIR) mengatakan, penguatan moratorium ini sangat penting untuk melindungi wilayah Papua yang sebagian besar belum tereksploitasi. Dimana pembebasan lahan telah berlangsung cepat di wilayah Sumatera dan Kalimantan.
Lembaga ini memperkirakan Indonesia bisa mencapai pengurangan 7,8 gigaton emisi karbon lebih dari 15 tahun, yang setara dengan sekitar satu tahun dari emisi gas rumah kaca AS.
Arief mengatakan bahwa dalam prakteknya, dengan perubahan peraturan itu berarti perusahaan besar seperti Asia Pulp & Paper dilarang memperluas konversi lahan gambutnya, bahkan juga jika mereka memegang konsesi atas lahan itu.
Bulan lalu, Asia Pulp & Paper dikritik oleh Badan Restorasi Lahan Gambut Indonesia yang merilis foto-foto yang menunjukkan salah lokasi di Sumatera Selatan dimana lahan gambut yang terbakar saat kemarau dan seharusnya dikembalikan.
Kebakaran hutan di Sumatera Selatan dan Kalimantan tahun lalu merupakan yang terburuk sejak 1997. Kabut asap yang dihasilkan sampai ke Singapura, Malaysia dan Thailand selatan mengancam kesehatan masyarakat.
Sebuah studi oleh para ilmuwan dari Harvard dan Kolombia universitas memperkirakan bahwa partikel halus dalam kabut mempercepat kematian 100.000 orang.
Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup mengatakan dalam sebuah pernyataan, salah satu penyebab utama kebakaran hutan tahun lalu adalah salah urus perusahaan yang mengelola lahan gambut.
Itulah salah satu alasan penguatan moratorium konversi gambut yang akan segera diberlakukan.