Salah satu panelis dalam wawancara terbuka calon hakim adhoc tindak pidana korupsi untuk Mahkamah Agung (MA) adalah Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra. Terdapat empat calon yang mengikuti seleksi dari Komisi Yudisial (KY) yakni Dermawan Djamian, Mangasa Manurung, Marsidi Nawawi, dan Prayitno.
Azyumardi berpendapat, para calon hakim belum mempunyai terobosan terkait pemberantasan korupsi di lembaga peradilan. Mereka umumnya masih berpikir normatif dan memaklumi tindakan korupsi yang dilakukan hakim.
Para calon berdalih bahwa korupsi merupakan perbuatan wajar dan terjadi pula di lembaga lain. “Itu tidak profesional, seperti ada upaya memaklumi. Jadi sejauh ini saya belum melihat ada terobosan untuk memberantas korupsi di lingkungan peradilan,” ujar Azyumardi di Gedung KY, Jakarta,.
Dia juga menyayangkan sikap MA yang tak serius menindak hakim maupun pegawai peradilan lain yang ketahuan korupsi. Mestinya MA langsung memecat dan tak sekadar menonaktifkan hakim yang korupsi.
“Mestinya langsung dipecat itu, dihentikan, baru kapok,” katanya.
Azyumardi mengkritik minimnya hukuman yang selama ini dijatuhkan hakim ad hoc tipikor pada pelaku korupsi. Hakim ad hoc tipikor rata-rata hanya menjatuhkan vonis dua sampai empat tahun pada pelaku korupsi.
“Kalau misal korupsi Rp2 miliar cuma dihukum dua tahun malah untung. Apalagi kalau ada remisi, jadi harus dihukum seberat-beratnya,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua KY Aidul Fitriciada menuturkan, wawancara terbuka empat calon hakim ad hoc tipikor ini menutup tahapan seleksi pada 19 calon hakim yang dilakukan KY.
Dari 19 calon hakim ini akan dipilih delapan hakim agung dengan rincian empat untuk kamar perdata, satu untuk kamar pidana, satu untuk kamar tata usaha negara, satu untuk kamar militer, satu untuk kamar agama, dan tiga (sebelumnya disebutkan satu) untuk hakim ad hoc tipikor. Meski demikian, Aidul menyatakan bahwa jumlah tersebut belum tentu semuanya terpenuhi.
“Misal perdata empat tapi yang memenuhi hanya tiga ya itu saja yang lolos. Jadi kami memang berpegang pada kualitas, kompetensi, dan integritas,” katanya.
Calon hakim agung yang lolos akan diajukan ke DPR untuk meminta persetujuan pada akhir Juni ini.