Menteri Pertanian Amran Sulaiman mendatangi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Kedatangan Amran antara lain untuk menandatangani deklarasi bersama pengawalan dan pendampingan dalam penyediaan, peredaran dan pengwasan ayam ras sesuai dengan prinsip persaingan usaha yang sehat.
Di kantor Komisi itu pula Amran menyampaikan informasi tentang revisi terhadap Peraturan Menteri Pertanian No. 26/Permentan/PK.230/5/2016 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras (Permentan No. 26 Tahun 2016). Revisi terhadap beleid yang baru berlaku beberapa bulan itu dilakukan setelah ada masukan dari KPPU. Komisi meminta agar pengaturan penyediaan, peredaran, dan pengawasan ayam ras punya dasar hukum sesuai perundang-undangan yang lebih tinggi. KPPU juga meminta agar beleid yang diterbitkan tidak mengarah pada persaingan usaha tidak sehat.
Revisi Permentan seperti disebut Amran menjadi payung hukum bagi Kementerian Pertanian (Kementan) untuk menyeragamkan harga day old chick (DOC) pada peternak ayam. Kementan menetapkan harga bibit ayam Rp4.800 per ekor. Harga ayam di kandang Rp18.000 per ekor; harga daging ayam di pasar per kilogram (kg) menjadi Rp 32.000. “Kita membuat kesepakatan sekaligus mengeluarkan Permentan untuk menstabilkan harga di tingkat konsumen dan peternak,” jelas Amran.
Amran menjelaskan, saat ini terdapat sejumlah masalah yang dihadapi peternak ayam, seperti kesulitan pasokan jagung yang merupakan komponen utama pakan, pasokan telur yang tidak terkendali berasal dari kandang Closed House, harga DOC naik dengan menjual sebagian telur breeding menjadi telur konsumsi, dan peternak diwajibkan untuk membayar pajak sesuai dengan peraturan perpajakan yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
Putusan kartel ayam
Langkah Kementan itu tak lepas dari masukan Komisi. Komisi memang telah melakukan penelitian dan akhirnya menangani dugaan kartel ayam yang melibatkan 12 perusahaan. Pada pertengahan Oktober lalu, KPPU menjatuhkan denda kepada 11 dari 12 perusahaan yang dilaporkan. Para perusahaan terlapor dinyatakan terbukti melanggar Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, lazim disebut UU Antimonopoli.
Tak hanya menjatuhkan denda kepada 11 perusahaan, KPPU membatalkan perjanjian pengafkiran Parent Stock (PS) ayam yang ditandatangani pada terlapor pada 14 September 2015. Perjanjian itu mengatur proporsi yang akan diafkir oleh masing-masing perusahaan, dan masuk kategori perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 7 UU Antimonopoli.
Dalam putusannya hanya Terlapor VIII, PT Expravet Nasuba, yang tak dikenakan denda. Perusahaan lainnya, PT Charoen Pokphan Indonesia, PT Japfa Comfeed Indonesia, PT PT Malindo Feedmill, PT CJ-PIA, PT Taat Indah Bersinar, PT Cibadak Indah Sari Farm, PT Hybro Indonesia, PT Wonokoyo Jaya Corporindo, CV Missouri, PT Reza Perkara, dan PT Satwa Borneo Jaya dikenakan denda yang berbeda antara 1,2 miliar hingga 25 miliar rupiah.
Respons KPPU
Ketua KPPU, Syarkawi Rauf menyambut baik revisi terhadap Permentan No. 26 Tahun 2016. Beleid itu, kata dia, bertujuan mewujudkan usaha peternakan ayam ras yang lebih kondusif dan sinergis mulai dari penyediaan dan peredaran, hingga pelaporan dan pengawasan.
“Peran negara melalui instrumen kebijakan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku diharapkan dapat membenahi kegagalan pasar” kata Syarkawi.
Menurut Syarkawi, dalam perspektif UU Antimonopoli, ada pengecualian terhadap perbuatan atau perjanjian yang dilakukan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan. Dalam konteks inilah KPPU telah memberikan masukan kepada Kementan agar pengaturan penyediaan, peredaran dan pengawasan ayam ras harus memiliki dasar hukum sesuai dengan UU di atasnya.
Syarkawi menegaskan bahwa payung hukum bagi pemerintah untuk melakukan intervensi pasar melalui pengurangan maupun penambahan jumlah pasokan setelah diterbitkannya Permentan sebagai pelaksanaan Peraturan perundangan di atasnya (UU) dapat dibenarkan, dengan tetap memperhatikan dan tidak dimanfaatkan untuk melakukan excessive pricing. UU Perdagangan adalah acuan dasar dari Permentan ini.
Dalam rekomendasinya, KPPU berharap Presiden dan DPR melakukan perubahan terhadap UU No.41 Tahun 2014 atas perubahan UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Revisi harus memberikan perlindungan kepada peternak mandiri dan mencegah terjadinya pemusatan ekonomi di industri perunggasan.
Tetapi, Syarkawi mengingatkan. “Meskipun sudah ada payung hukum dan ada pengecualian perjanjian, bukan berarti bisa sesuka hati. Makanya perlu pengawasan, pengawalan, dan KPPU akan lakukan itu bersama dengan Kementan,” tegasnya.