Di lingkungan bertetangga, tak jarang ditemukan persoalan antar warga yang kerap terjadi. Misalnya, ada tetangga yang kerap menghina tetangga lainya. Atau bahkan, ada tetangga yang memiliki hewan ternak di lingkungan perumahan sehingga mengganggu warga lain. Untuk hewan ternak di lingkungan rumah ini, yang biasa ditemukan adalah peternakan ayam.
Gangguan yang muncul tersebut, karena mengakibatkan polusi suara maupun polusi udara dari kotoran hewan yang diternak itu. Terkait hal ini, warga yang beternak tersebut wajib berhati-hati lantaran ada akibat hukum yang bisa muncul lantaran gangguan akibat ‘ulah’ hewan tersebut.
Langkah hukum yang bisa dilakukan apabila menemukan tetangga memiliki hewan ternak yang mengganggu lingkungan rumah adalah melalui gugatan secara perdata. Tetangga yang merasa dirugikan dari peternakan tersebut dapat menggugat pemilik hewan sebagaimana diatur dalam Pasal 1368 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Pasal itu menyebutkan bahwa pemilik seekor binatang, atau siapa yang memakainya adalah selama binatang itu dipakainya, bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh binatang tersebut, baik binatang itu ada di bawah pengawasannya, maupun tersesat atau terlepas dari pengawasannya.
Pihak yang merasa dirugikan bisa melakukan gugatan atas dasar Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Langkah ini bisa diajukan jika gugatan bermaksud meminta ganti rugi dari kerugian peternakan hewan itu, sesuai dengan Pasal 1365 KUH Perdata. Soal peternakan hewan, telah diatur secara rinci dalam UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pasal 29 ayat (3) UU itu mengenal izin usaha peternakan, yakni izin dari pemerintah daerah kabupaten/kota yang wajib dimiliki oleh perusahaan peternakan yang melalkukan budi daya ternak dengan jenis dan jumlah ternak di atas skala usaha tertentu.
Namun, biasanya jika peternakan hewan di lingkungan rumah tak masuk kategori jumlah ternak di atas skala usaha tertentu seperti yang diatur dalam UU Peternakan dan Kesehatan Hewan. Atas dasar itu, peternakan di lingkungan rumah tak memerlukan izin usaha peternakan.
Jenis peternakan di lingkungan rumah ini dapat dikategorikan sebagai peternakan rakyat yang ketentuannya berpedoman pada Keputusan Menteri Pertanian Nomor 404/Kpts/OT.210/6/2002 tentang Pedoman Perizinan Pendaftaran Usaha Peternakan. Pada Romawi I huruf d angka (3) Lampiran Kepmentan itu disebutkan bahwa peternakan rakyat adalah usaha peternakan yang diselenggarkan sebagai usaha sampingan dengan jumlah maksimum usahanya untuk tiap jenis ternak seperti tercantum pada Lampiran I.
Bahwa, untuk usaha peternakan rakyat itu tidak diwajibkan memiliki izin usaha peternakan. Adapun, untuk hewan jenis ayam petelur untuk peternakan rakyat tanpa izin usaha peternakan itu berjumlah sampai dengan 10 ribu ekor dan untuk jenis ayam ras pedaging adalah sampai dengan 15 ribu ekor. Jenis peternakan rakyat ini wajib diajukan pendaftaran ke Bupati/Walikota atau Kepala Dinas Peternakan yang membidangi fungsi peternakan atau disebut tanda pendaftaran peternakan rakyat.
Salah satu contoh kasus gugatan peternakan ayam di lingkungan rumah pernah diputus oleh Mahkamah Agung (MA). Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 685 K/Pdt/2010 itu, tergugat yang merupakan pemilik peternakan ayam di daerah tempat tinggalnya dinilai telah merugikan warga sekitar akibat bau kandang ayam ternaknya.
Walaupun ada upaya hukum yang bisa dilakukan, namun dalam kehidupan bertetangga setidaknya mengedepankan langkah-langkah penyelesaian masalah secara kekeluargaan terlebih dahulu. Apabila segala upaya musyawarah telah dilakukan dan tidak berhasil, maka upaya hukum dapat menjadi pilihan terakhir.