Hukum memilki banyak wajah, sehingga untuk menjawab pertanyaan apakah hukum itu benar-benar sebuah ilmu bukanlah hal yang mudah. Meskipun sulit menjawabnya secara pasti, pertanyaan ini sering diajukan untuk membahas keilmiahan hukum.
Kalau hukum itu suatu ilmu maka ia harus punya metode-metode ilmiah sebagaimana layaknya ilmu yang lain. Jika tidak, maka untuk apa hukum diberi tempat di perguruan tinggi? Pertanyaan itu telah menimbulkan perdebatan di kalangan orang hukum. Sampai-sampai Carel Stolker, seorang akademisi Belanda, menganggap orang hukum itu penakut. Penakut dalam arti enggan duduk bersama dengan ilmuan lain membahas keilmiahan hukum.
Pernyataan Stolker bernada provokatif itu diungkapkan kembali Anthon F. Susanto saat tampil sebagai pembicara pada Seminar Nasional Hukum Spiritual Pluralistik. Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung itu membicarakan basis ontologis ilmu hukum kontemplatif.
Ia mengkritik sikap orang hukum yang hanya berani mengklaim hukum sebagai ilmu di kalangan orang hukum. Stolker berpendapat ilmu hukum harus mengikuti syarat-syarat yang ketat. Ilmu hukum harus memberikan jawaban paling benar.
Misalnya, seorang hakim yang ideal adalah yang bisa secara paripurna menelaah semua aspek dari persoalan yang dihadapkan kepadanya. Jika ia mampu melakukan itu, sang hakim bisa menemukan jawaban yang paling benar.
Masalahnya, praktik hukum memberikan peluang bagi semua orang rasional untuk berbeda pendapat dan berbeda kesimpulan untuk kasus yang sama. Di sinilah letak kritik Stolker, jika hukum tak bisa memberikan jawaban yang benar, masih layakkah hukum diberi tempat di universitas? “Kita akan sakit hati apabila hal itu terjadi,” jawab Anton.
Menurut Anthon F. Susanto, pesan penting cerita Stolker adalah agar ilmuan hukum tetap dapat mempertahankan keilmiahan ilmu hukum. Selain itu, para akademisi hukum harus mampu mengkomunikasikan keilmiahan ilmu hukum itu dengan ilmuan bidang lain. Dikatakan Anthon, pandangan Stolker tak sepenuhnya benar. Ada juga sarjana lain yang menolak pandangan Stolker.
Namun, Stolker tak hanya asal bicara. Ia juga memberikan jalan keluar. Menurut akademisi Belanda ini ada 9 syarat yang harus dipenuhi jika ingin meningkatkan keilmiahan ilmu hukum. (Baca Juga: Penjelasan Mengapa Advokat Dilarang Merangkap Penerjemah Sumpah)
Pertama, peneliti hukum harus memiliki cukup ambisi untuk melaksanakan inovasi. Kedua, harus lebih banyak perhatian pada personalitas peneliti. Ketiga, harus lebih banyak perhatian pada metode dan teknik penelitian. Keempat, ilmu hukum harus merupakan sistem yang terbuka.
Kelima, harus lebih banyak perhatian bagi pengembangan indikator penelitian yang lebih baik. Keenam, mengambil jarak dari mereka yang bukan ilmuan. Ketujuh, lebih banyak perhatian pada aspek penelitian empiris. Kedelapan, lebih banyak terlibat dalam debat internasional. Kesembilan, melakukan upaya-upaya menuju universitas scientiarum yang sesungguhnya.