Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggodok aturan soal industri jasa keuangan berbasis aplikasi online atau financial technology (Fintech). OJK memastikan aturan yang muncul nanti tidak akan memberatkan, karena sebagian dari aturan tersebut juga berasal dari masukan pelaku usaha.
Salah satu masukan datang dari perusahaan Fintech Uang Teman. CEO Uang Teman, Aidil Zulkifli, mengaku pihaknya telah mengirimkan paket usulan dalam bentuk policy paper pada bulan Juni lalu. Dalam policy paper tersebut tertuang mengenai usulan ranah apa saja yang harus diatur, terutama mengenai perlindungan konsumen.
“Kami memberikan pemaparan dalam bentuk contoh acuan dari negara-negara yang telah lebih dulu merumuskan regulasi, seperti Inggris, Amerika dan sekaligus kami memberikan pengalaman kami selama satu tahun lebih menjalankan bisnis kami,” ujar Aidil.
Setidaknya, lanjut Aidil, terdapat lima hal utama yang dibutuhkan oleh kegiatan usaha ini untuk diatur oleh pemerintah Indonesia dalam mendukung perkembangan kegiatan usaha ini.Kelima hal utama tersebut adalah perlindungan konsumen, standar sistem online, perlindungan data, penagihan kredit dan manajemen risiko serta keuangan.
Pertama, soal perlindungan konsumen. Untuk menumbuhkan kepercayaan konsumen kegiatan usaha pemberian pinjaman melalui internet adalah kegiatan usaha yang aman dan terpercaya, sekurang-kurangnya diperlukan pengaturan dalam hal transparansi informasi yang disampaikan oleh penyedia jasa kepada konsumen. Sehingga konsumen tidak tersesat dalam ketidaktahuan.
Kemudian, tambah dia, berupa pencegahan terjadinya kondisi dimana konsumen terjebak dalam kondisi utang yang tidak kunjung berakhir dan tanpa batas. Lalu, pemasaran yang dilakukan oleh penyedia jasa secara patut sesuai dengan batas-batas yang dianggap wajar oleh pemerintah.
Kedua, dalam hal standar sistem online, diperlukan adanya pengaturan yang terkait denganverifikasi penyedia jasa pinjaman melalui internet. Sehingga konsumen dapat dengan mudahmengenali pihak penyedia jasa pinjaman melalui internet. “Selain itu adanya perlindungan sistem online yang disediakan oleh penyedia jasa pinjaman melalui internet dari berbagai bentuk interupsi, gangguan, maupun modifikasi dari pihak ketiga sehingga konsumen tidak khawatir dalam melakukan transaksi melalui internet dengan penyedia jasa,” tuturnya.
Aidil menambahkan, diperlukan juga sikap kehati-hatian penyedia jasa pinjaman melalui internet dengan mengikuti pedoman internal dalam menerima data dan/atau informasi agar terhindar dari berbagai bentuk upaya peretasan yang seringkali dilakukan oleh peretas (hacker) melalui internet.
Ketiga, dalam hal perlindungan data yang diperoleh dan dikumpulkan oleh penyedia jasa pinjaman melalui internet, diperlukan pengaturan mengenai kerahasiaan data yang disampaikan oleh konsumen kepada penyedia jasa. Termasuk bentuk-bentuk perlindungan yang layak yang perlu disediakan oleh penyedia jasa terhadap data-data tersebut.
Keempat, dalam hal penagihan kredit, konsumen wajib diberikan perlindungan dari praktik-praktik penagihan kredit yang melanggar harkat dan martabat konsumen. Artinya diperlukan pengaturan mengenai panduan terkait hal-hal yang dapat dilakukan oleh kreditur dalam melakukan penagihan kredit, pihak yang berwenang melakukan penagihan kredit dan perizinan dalam melakukan kegiatan penagihan kredit.
Kelima, dalam hal manajemen risiko, untuk menghindari risiko-risiko yang menyelimuti proses pelaksanaan kegiatan usaha penyediaan jasa pinjaman melalui internet, setidaknya dibutuhkan pengaturan mengenai kualitas keuangan dan kelembagaan perusahaan. Diantaranya yang terkait dengan modal minimum, rasio keuangan yang sehat dan laporan kondisi keuangan perusahaan kepada pihak yang berwenang.
“Usulan pengaturan terkait kelima hal utama di atas akan disampaikan di dalam makalah kebijakan ini dengan merujuk kepada berbagai pengaturan yang terdapat di beberana negara lain. Dimana perkembangan usaha jasa pinjaman melalui internet telah lebih berkembang dibandingkan di Indonesia,” ujarnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK,Firdaus Djaelani mengatakan, sejauh ini pihaknya terus menggodok aturan tersebut. Menurutnya pimpinan OJK sudah menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membicarakan perkembangan Fintech. Selain itu, OJK juga akan ada menggelar seminar di akhir bulan Agustus ini mendapatkan sebanyak-banyaknya masukan dari pelaku Fintech.
“Target terutama bagi pelaku startup, aturan akan selesai akhir tahun. Namun disederhanakan. Kami juga akan undang startup dan pelaku jasa keuangan seperti bank dan asuransi mengadakan pameran fintech mereka di BSD dua minggu lagi,” ujar Firdaus di Jakarta, Rabu (24/8).
Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non-Bank 2 OJK,Dumoly Pardede,menambahkan, pihaknya saat ini sudah menerima masukan dari startup Fintech, salah satunya dari Uang Teman. Menurutnya, masukan seperti itu menjadi bahan pertimbangan OJK dalam menyusun pedoman aturan Fintech. Salah satu poin dari usulan yang disampaikan adalah menyederhanakan aturan tentang permodalan.
“Poin usulan Uang Teman yang paling krusial adalah soal permodalan. Itu akan kami akomodir,” tutup Dumoly.