Hidupku selalu di rantau, di negara yang jauh. Laksana peribahasa jauh di mata dekat di hati, sudah banyak negeri yang saya pandang, kota Medan tempatku dilahirkan dan Fakultas Hukum (FH) USU tempatku menggali ilmu, akan selalu kukenang. Kampus ini selalu di hatiku, di sana tempatku mencari ilmu, tempat belajar dan berjuang, bersama teman-teman dan dosen serta para pegawai yang kusayang. Fakultas yang tak akan terlupakan karena di sana kudapatkan persaudaraan dan keindahan.
Ungkapan-ungkapan bernada nostalgia itu diucapkan H. Abdul Mun’im. SH. MH saat bertemu denga redaksi beberapa waktu lalu. Alumni FH USU angkatan 1979 ini mengawali percakapannya dengan USULAN melalui bait-bait kenangannya semasa kuliah di almamaternya, Banyak kenangan yang ingin disampaikan sebagai ungkapan rasa rindu kepala almamater tercinta, kenangan yang tak mungkin terguratkan dalam halaman yang singkat ini.
Dengan gelar Minister Counsellor, Abdul Mun’im kini bertugas sebagai diplomat senior di Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Setelah menyelesaikan studi di FH USU pada akhir 1985, Mun’im banyak bertugas di luar negeri, dari satu negara ke negara lain. Minister councellor adalah gelar jenjang diplomatic di bawah duta besar dan minister.
Bagaimana pengalaman kuliah dan masa-masa kenangan bangku kuliah di FH USU digambarkan Mun’im dalam wawancara dengan redaksi USULAN beberapa waktu lalu di Jakarta. Berikut petikannya:
Bisa Anda jelaskan dulu sedikit catatan pengalaman Anda semasa kuliah di FH USU?
Nama saya Abdul Mun im. Marga Ritonga, Alumni Fakultas Hukum USU angkatan 1979. Dilahirkan di kota Medan 55 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 12 Desember 1960, di Rumah Sakit Abadi, Jalan Serdang, sekarang dikenal dengan Jalan Prof. H.M.Yamin SH. Medan. Saat kuliah di FH USU, saya Penerima beasiswa Supersemar dan beasiswa rekrutmen Diplomat Departemen Luar Negeri RI 1985. Aktif menggerakkan berbagai kegiatan di Mushalla Aladinsyah FH USU Medan.
Mengenang masa kuliah banyak sekali, orang yang dekat bagaikan keluarga selama kuliah dikampus FH USU, berlanjut hingga saat ini. Orang yang cukup saya kenal diantaranya Prof. Sanwani Nasution, Prof. Hasnil Basri Siregar, Prof. Jafar Ali, Prof. Rehngena Purba, Prof Runtung, dan lain-lain. Kalau teman-teman kuliah yang dikenal dekat banyak sekali jumlahnya, bahkan nyambung dengan generasi berikutnya.
Isteri juga keluarga besar USU. namanya Dra. Yenny Gaffar, Alumni Fakultas SOSPOL USU, angkatan 1981. Ia lahir di Bukit Tinggi Sumatera Barat 52 tahun yang lalu, persisnya 8 Agustus 1963. Sejak kecil sudah bermukim di Tanjung Balai Asahan. Ia dikenal aktif sebagai penyiar Radio USU, penyiar TVRI Medan, ikut aktif pada tim kesenian USU, sering tampil menjadi MC pada berbagai acara, aktif di organisasi Mahasiswa Imam Bonjol (MIB), jadi mahasiswi teladan kedua di Fakultas Sospol USU, penerima beasiswa Supersemar dan sudah sempat memiliki NIP menjadi PNS sebagai dosen Fakultas Sospol USU, tapi tidak aktif mengajar karena ikut suami merantau.
Isteri juga bagian dari orang yang dikenal oleh teman-temannya dan para dosen FH USU karena Fakultas Sospol USU bertetangga dengan FH USU dan pada periode awal mahasiswanya masih diplonco oleh mahasiswa FH USU. Pelatih tim kesenian USU kanda Salman Ginting juga dari FH USU.
Salah seorang anak saya juga bagian dari keluarga besar FH USU. Saya dianugerahi empat orang anak, alhamdulillah semuanya memulai kuliahnya pada usia 15 tahun. Anak pertama Fitri sedang kuliah S3 di UIA Malaysia, anak kedua Ahmad Almaudidy, alumnis FH USU, sedang kuliah S3 di Australia. Anak ketiga Marwah Fauziah sedang kuliah S2 di UIA Malaysia dan anak keempat Malik Abdul Aziz sedang kuliah S2 di ITB Bandung. Agar anak-anak tidak tercabut dari akar budayanya dan tetap merasa sebagai orang Medan, saya dan isteri mengusahakan semuanya pernah sekolah minimal selama setahun di Medan, di pesatren Al Kautsar, Jalan Pelajar, belakang Stadion Teladan Medan.
Khusus Ahmad Almaududy anak kedua ia melanjutkan kuliah S1 di Medan. Dia bagian dari keluarga besar FH USU, ia kuiah 2005-2008. Dia menyelesaikan kuliah di FH USU selama tiga tahun tiga bulan di usia 18 tahun. Dia cukup dikenal di kalangan teman-teman dan para dosen FH USU sebagai penerus aktivitas Mushalla Aladinsyah.
Kini Dudi begitu panggilan akrabnya telah menjadi diplomat RI dan diumumkan sebagai diplomat termuda sepanjang sejarah Kemlu oleh Menlu RI Marty Nataleqawa pada tahun 2010. karena saat diterima sebagai diplomat usianya baru 19 tahun. Dia pernah menjadi ketua Mushalla Aladinsyah seperti ayahnya dan aktif di lembaga kemahasiswaan FH USU. Kini ilmu dan pengalamannya di FH USU digunakan untuk menggerakkan Organisasi PPI sedunia, karena saat ini dia sedang menjadi Ketua Koordinator PPI Australia dan PPI dunia.
Apa kenangan paling terkesan selama di kampus FH USU?
Sejak 36 tahun yang lalu, masih kuat dalam ingatan saya dan beberapa teman lainnya berbagai peristiwa yang menjadi kenangan. Saya dan beberapa teman disebut sebagai anak mushalla hingga saat ini, karena saya termasuk penggagas awal menggerakkan aktivitas belajar dan beribadah, berorganisasi dan bermasyarakat dengan berbagai latar belakang yang berbeda di mushalla Aladinsyah FH USU yang posisi gedungnya berada di belakang kampus. Saya sudah lama tidak ke sana tapi saya dengar kegiatan di mushalla tersebut masih berlanjut hingga sekarang, malah kegiatannya lebih berbobot lagi dengan kecanggihan sistem informasi saat ini. Tidak sekadar beraktivitas dan belajar serta beribadah, tapi tidur pun saya dan sebagian teman masa itu sering di mushalla yang menyimpan banyak kesan dan kenangan. Kami selalu makan siang dan makan malam bersama di mushalla dengan makanan yang sederhana tapi cukup terkesan.
Dengan banyaknya kenangan manis itu, saya benar-benar sayang dengan FH USU dan dengan mushalla Aladinsyah. Dua bangunan itu bagi saya menjadi lambang yang menyimpan banyak cerita dan kenangan bersama dossen-dosen, teman-teman, para pegawai, petugas kebersihan, penjaga kantin dan penjaga malam beserta aktivitasnya pada masa itu. Bukan hanya saya punya cerita seperti itu, tapi di antara bapak-bapak dan ibu-ibu dosen serta teman-teman yang ada pada periode itu umumnya punya kenangan indah dan cerita yang mengesankan tentang mushalla Aladinsyah.
Setiap kali bertemu, dengan penuh semangat dan bahagia mereka mengulang-ulangi cerita masa lalu sebagai bagian dari kisah dan kenangan yang terkesan masih tersimpan lama di hati mereka. Mungkin itu pula sebabnya tiap kali saya pulang ke Medan, saya juga menjadikan kunjungan wajib saya, baik kunjungan sendiri maupun bersama keluara ke kampus FH USU. Kunjungan yang jarang-jarang dapat dilakukan sekadar untuk melepas rindu dengan menjumpai teman-teman senior atau junior yang masih ada, melihat bangunan Fakultas Hukum dan bangunan mushalla Aladinsyah yang semakin indah dan kokoh.
Selain itu tersambung pula cerita aktivitas masa lalu ke generasi baru. Ternyata mereka juga punya kesan yang dalam walau hanya dari cerita yang pernah mereka dengar tentang masa lalu oleh pendahulu mereka di mushalla itu, termasuk kisah saat-saat saya dan teman-teman mulai kuliah sejak pertengahan tahun 1979 sampai meninggalkan kampus akhir tahun 1985. Mereka kini menjadi generasi pelanjutnya.
Anda punya kenangan indah dari mushalla. Apa kegiatan Anda di mushalla Aladinsah FH USU saat itu?
Sebagai penggagas menghidupkan aktivitas mushalla Aladinsyah FH USU, saya diangkat menjadi ketua Badan Pengeola dan Pengembangan Mushalla dikenal dengan BP2M mushalla Aladinsyah. Sekretarisnya waktu itu Taufiqurrijal, SH. Sekarang beliau sedang di luar negeri menjadi Konsul Jenderal di Johor Bahru Malaysia, mantan Direktur Protokol di Istana Wakil Presiden.
Mushalla berfungsi sebagai tempat kegiatan diskusi, belajar bersama dan yang lebih menarik lagi tempat didapatinya kumpulan soal-soal ujian lama untuk dibahas bersama saat akan menghadapi ujian. Banyak teman-teman yang lulus berkat adanya diskusi di mushalla, banyak soal-soal baru akan keluar lagi saat ujian diyakini berasal dari pengulangan soal lama yang diolah bahasanya. Rasa bahagia karena kini sebagian mereka yang rajin belajar di mushalla diperoleh informasi sudah punya peran penting dalam kegiatan berbangsa dan bernegara serta di masyarakat.
Kegiatan lain, pernah sekali kami membuat acara sejenis pelonco bagi mahasiswa yang baru saja dilantik sarjana, bekerjasama dengan Pudek III waktu itu dijabat oleh Bapak Hasnil Basri, SH. Acara itu dinamakan KAPELUM kalau tidak salah singkatan dari Kegiatan Pelepasan Alumni. Kegiatan acaranya selain para sarjana baru itu naik kereta lembu keliling kampus, diiringi dengan genderang besar, juga ada acara dimana para alumni ditepungtawari dengan air dari kolam air mancur dan bunga-bunga di halaman kampus.
Kegiatan lain mengadakan panel diskusi diawali antar mahasiswa di FH USU. Berlanjut antar Fakultas se-USU dan selanjutnya direncakan antarkampus di kota Medan. Mushalla itu sekaligus menjadi markas dan tempat mangkal para aktivis kampus dari organisasi ekstrakurikuler dan organisasi mahasiswa di kampus sambil shalat zuhur berjamaah.
Kenangan apa lagi semasa kuliah awal di FH USU?
Kenangan awal, saya diangkat menjadi ketua panitia pada acara malam perkenalan mahasiswa baru FH USU tahun 1979 setelah berakhir acara perpeloncoan. Ketika itu dipilih King dan Queen di antara mahasiswa/i baru yang paling ganteng dan paling cantik. Yang menjadi Kingnya saat itu dikenal namanya Caca kabarnya sudah almarhum.
Nyanyian “Oh Dewa oh Dewi, sayangi lah kami, janganlah terlalu kejam, sudahlah oh dewa”, merupakan penggalan lagu yang selalu terngiang ditelinga, didengar pada saat mengikuti acara plonco mahasiswa 1979, terutama saat menerima hukuman dari para senior.
Bagaimana kisah perjalanan Anda menjadi diplomat RI.
Sebelum sarjana, Alhamdulillah saya dan beberapa teman dari FH USU sudah diterima menjadi diplomat RI dan diberi beasiswa, mulai dari Maret hingga Desember 1985. Terhitung 1 Maret 1986 menjadi PNS. Berangkat hijrah ke Jakarta pada Februari 1986.Sejak saat penerimaan itu, rekan-rekan di mushalla merasa kehilangan, karena kami sebagai penggerak utamanya saat itu mulai sibuk dengan urusan penyelesaian dari sisa mata kuliah yang masih ada untuk mendapatkan kesarjanaan melengkapi persyaratan penerimaan sebagai diplomat.
Ceritanya, pada suatu sore Februari 1985, kami yang disebut anak mushalla mendengar berita ada rekrutmen untuk penerimaan jadi diplomat dari Kementerian Luar Negeri, dulu Departemen Luar Negeri (Deplu). Tapi waktu pendaftarannya sudah hampir tutup. Karena kami bersama-sama aktivis mushalla sudah bertekad mau ikut tes, segera melakukan gerakan gerilya. Banyak kisah dibalik rekrutmen ini yang menjadi cerita dan kenangan indah tak terlupakan. Ada kisah-kisah bagaikan mission impossible kami alami. Dari sekian banyak yang ikut tes, hanya tujuh orang yang lulus dari USU. Sebanyak 4 orang dari fakultas hukum diantaranya 3 jurusan hukum internasional yaitu saya Abdul Mun’im, Sjamsurizal dan Taufiqurrijal. Ketiganya termasuk anak mushalla dan satu lagi Mansyur Pangeran. Kini, Mansyur menjadi Direktur Fasilitas Diplomatik Kemlu, mantan Konjen RI di Uni Emirat Arab (UAE). Ada tiga lagi di luar Fakultas Hukum yaitu satu dari Fakultas Ekonomi Abdurrahman Sabran, satu dari Fakultas Sospol namanya Tapi Rumondang dan yang satu lagi dari Fakultas Ekonomi, keduanya wanita dan keduanya mengundurkan diri. Pada tahun 1986 ada dua orang lagi dari FH USU masuk Deplu diantaranya bernama Nadrah.
Rekrutmen masa itu tercatat paling istimewa dibanding dengan rekrutmen sebelumnya. Tim Deplu jemput bola mendatangi tujuh kampus yang dipilih, satu diantaranya USU, untuk melakukan tes. Biasanya untuk bisa ikut tes, selain harus sudah sarjana, orang harus datang ke Jakarta. Konon menurut kabarnya, cara kali ini dilakukan untuk mencari bibit SDM yang terbaik dari kampus pilihan disebut dengan sistem ijon.
Pada saat itu, kami yang telah diterima di Deplu mendadak menjadi orang super sibuk, harus menyelesaikan sekian mata pelajaran yang masih tersisa. Dalam waktu yang sama, kami harus membuat skripsi dan melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Aktivitas kampus tetap dijalankan namun sedikit berkurang karena harus berbagi waktu.
Saya dan Taufiqurrijal punya kisah sendiri dalam cerita ini. Waktu itu acara pelantikan sarjana sudah berakhir pada 28 Desember 1985, sedangkan kami berdua baru dapat dinyatakan lulus pada tanggal yang sama, maka untuk acara judicium dan acara wisudanya sudah lewat waktu. Atas ide dan inisiatif dari Pudek III ketika itu, dilakukan judicium yaitu pelantikan lokal FH USU di kamar Dekan FH USU secara khusus untuk berdua saja. Kurang sempurna rasanya jika kalian pergi ke Jakarta tanpa pelantikan sarjananya kata Bang Hasnil (Hasnil Basri Siregar).
Pada saat itu sebenarnya sudah tidak ada kegiatan kuliah, tapi suatu keajaiban judicium ini secara kebetulan dapat dihadiri oleh jajaran pimpinan Fakultas Hukum secara lengkap. Pada hari itu hadir Dekan Bapak Sanwani Nasution, Pudek I Bapak Muh Daud, Pudek II Ibu Rehngena, Pudek III Bpk Hasnil Basri dan Kabag pendidikan. Selain itu hadir pula beberapa rekan mahasiswa yang masih datang bertandang ke kampus, sebagian mereka duduk-duduk di kantin. Kerjasama yang baik, secara spontan waktu itu ada teman yang mengusahakan kamera dan ada yang punya restoran mengatur penyediaan nasi untuk makan siang. Bang Husni yang menyediakan toga. Bapak Sanwani pidato atas nama para dosen dan saya pidato mewakili mahasiswa. Acara tidak dihadiri keluarga karena mendadak.
Sebagai diplomat apa yang dapat dilakukan untuk membantu daerah asal?
Saya senang sekali jika bisa berbuat apa saja yang baik untuk memajukan derah asal tempat kelahiran terkait dengan tugas saya sebagai diplomat. Paling senang jika ada tamu yang datang ke perwakilan tempat saya bertugas, singgah ke rumah dan sempat membacanya berjalan-jalan di kota ditempat saya tugas. Apalagi tamu dari daerah asal dan tamu alumni FH USU. Kami di sana selalu merindukan suasana tertentu karena jauh dari sanak keluarga, famili dan rekan-rekan sejawat.
Ketika bertugas di KJRI Jeddah, Saudi Arabia, periode 1990 sampai 1994, saya sempat bertemu dengan beberapa alumnus FH USU yang lagi menunaikan ibadah haji atau umroh diantaranya; Prof. Muhammad Abduh (mantan Dekan FH USU). Beliau sempat saya bawa berjalan-jalan ke kota Thaif. Ada juga Bapak Hasnil Basri Siregar, mantan Dekan FH USU dan Ibu Oma saat umroh saya dan isteri diajak tidur bareng di Hotel Marriot Jeddah dan Kakanda Khairul Bariah, Dosen FH USU bersama temannya, saya ajak makan siang ke rumah.
Ketika bertugas di KJRI Mumbai, India, periode tahun 2000 sampai 2004, saya menerima dan mengatur acara kunjungan delegasi bisnis dari Pemda, Kadin dan pengusaha dari Medan, lebih dari seratus orang. Delegasi dipimpin oleh Wakil Gubernur Sumut. Hadir juga dalam rombongan itu mantan Gubernur Sumut Raja Inal Siregar. Saya juga senang karena pernah menerima dan menjamu makan siang ke rumah kunjungan Kakanda Ghazali Situmorang dan Tengku Sinar.
Ketika bertugas di KBRI Muscat, Oman, saya bisa bersilaturrahim dengan beberapa jamaah umroh asal Medan yang melintas lewat Oman singgah di Muscat. Diantaranya Prof Runtung, Dekan FH USU, Marjunisah, Alumni FH USU angkatan 1979 dan berbagai jamaah dari berbagai daerah di Sumut. Selain itu mengatur kunjungan delegasi kerjasama pendidikan IAIN Medan dengan dua Perguruan Tinggi di Muscat dipimpin oleh rektor Prof. DR. Nur A. Fadhil Lubis MA.
Ketika tugas di Jakarta, dua kali saya membawa rombongan Peserta Diklat Diplomat senior Deplu untuk berkunjung Ke Medan diantaranya berkunjung ke FH USU disambut meriah oleh Dekan Hasnil Basri Siregar, dosen dan mahasiswa, sekaligus berkunjung ke berbagai perusahaan dan daerah wisata untuk menjadi bahan promosi di luar negeri khususnya untuk promosi wisata Danau Toba.
Apa pengalaman lain diperoleh sebagai diplomat?
Sebagai diplomat tentu banyak pengalaman selama di luar negeri diperoleh dalam menjalankan tugas utama sebagai Representing, Protecting, Negotiating, Promoting, dan Reporting. Dalam menjalankan tugas sebagai diplomat, banyak teman didapati, banyak negara yang dikunjungi, banyak budaya musik pakaian seni bangunan, sistem pertanian dan makanan yang dinikmati dan disaksikan, melihat-lihat pemandangan wisata dan pembangunan dari berbagai negara yang berbeda. Anak-anak juga dapat bersekolah di berbagai negara, mereka juga biasa bergaul dengan berbagai bangsa dll.
Secara khusus yang sangat terkesan ketika ada kesempatan untuk masuk ke dalam Ka’bah di Masjidil Haram Makkah dan melakukan kunjungan singkat ke Masjid Aqsha di Palestina. Semua ada kisah yang seru di dalamnya.
Saya juga senang jika tampil menjadi delegasi RI pada berbagai perundingan dengan negara lain, membuka perwakilan RI yang baru, dapat melindungi warga negara di luar negeri, melakukan promosi pameran perdagangan dan wisata, membangun citra Indonesia melalui berbagai cara dan menghidupkan kegiatan-kegiatan untuk komunitas masyarakat Indonesia dan komunitas masyarakat ASEAN dengan kegiatan olah raga, seni dan kuliner.
Kabarnya Anda pernah ikut jadi pasukan Perdamaian PBB di Lebanon Selatan?
Ya. Suatu kesempatan yang berharga yang jarang dialami banyak orang termasuk tentara sekalipun, tidak semua mereka pernah mengalami jadi pasukan perdamaian PBB. Pada tahun 2006 sampai 2007. Selama setahun, saya ditugaskan menjadi tentara dalam pasukan Garuda 23A dibawah mandat PBB menjadi pasukan Perdamaian, disebut United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL) untuk dua periode. Saat itu saya bersama dua teman dari Kemlu RI bergabung ke Angkatan Darat diberi pangkat Tituler Letnan Kolonel. Kami bertugas sebagai interpreter sekaligus sebagai pendamping untuk masalah-madalah luar negeri. Alhamdulillah dengan Undang-Undang baru, sejak tahun 2015, orang yang pernah ikut Pasukan Perdamaian di bawah mandat PBB diberi penghargaan oleh negara sebagai Veteran Perdamaian dan dapat dikuburkan di Taman Makam Pahlawan.
Bagaimana sampai bisa Anda juga dikenal oleh teman-teman sebagai ustad?
Mungkin itu karena sejak muda sampai sekarang saya selalu jadi imam dan khotib dimana pun saya berada, termasuk saat di kampus dulu. Sering memberi ceramah agama Islam, diminta membaca Quran dengan lagunya termasuk oleh masyarakat Muslim di India dan membaca doa dalam berbagai kesempatan acara. Saya senang dengan tugas itu karena cukup membahagiakan. Tugas itu memberi pencerahan dan kadang dihadiri ratusan orang yang dampaknya juga menjadi kebaikan buat diri sendiri dan keluarga. Insya Allah kebaikan itu didapat di dunia dan di akhirat.
Apa pesan yang ingin disampaikan untuk civitas akademika FH USU?
Mari kita pelihara persaudaraan dan cari teman sebanyak-banyaknya. Hindari permusuhan sedapatnya. Jika kita hendak bekerjasama mulailah dengan melihat kesamaan bukan perbedaan.
Bagi generasi muda USU khususnya Fakultas Hukum USU, ikutilah rekrutmen penerimaan diplomat Kemlu RI jika lagi dibuka, biasanya dilaksanakan sekitar bulan Agustus. Infonya lihat di website Kemlu RI. Mari kita ramaikan dunia dengan memperbanyak jumlah diplomat dari Sumut, agar wakil kita ada bertugas di berbagai negara di seluruh dunia.